Pada 1 November 2007, PBB melalui sidang umumnya menetapkan tanggal 2 April sebagai World Autism Day. CDC (Centers for Disease Control and Prevention) di Amerika mengeluarkan pernyataan bahwa tingkat prevalensi autisme adalah 1 berbanding 68. Artinya dari 68 anak, satu orang adalah penyandang ASD atau autism spectrum disorder. Apa arti angka ini bagi kita, bahkan orang yang mungkin tak berhubungan dengan para penyandang ASD?
ASD yang di Indonesia dikenal dengan istilah istilah gangguan spektrum autisme ini, jumlah prevalensinya terus meningkat, dari waktu ke waktu. Pada 2000, prevalensinya adalah 1 berbanding 150.
Menurut Michael Rosanoff, seorang ahli epidemiologi (Ilmu yang mempelajari pola kesehatan, penyakit, serta faktor yang terkait, di tingkat populasi) yang menjabat sebagai associate director dari Autism Speaks, US, penelitian epidemiologi terkait autisme amatlah penting. Menurutnya, dari prevalensi yang ada, setiap negara bisa saling membandingkan. Dari hasilnya, “bisa ditarik petunjuk tentang apa yang menyebabkan atau meningkatkan risiko autisme, dan bagaimana faktor-faktor tersebut bisa berubah seiring waktu.”
Hingga kini, penyebab ASD belum diketahui di seluruh dunia. Hal ini juga ditegaskan oleh para ahli dalam Seminar Autisme Internasional yang diselenggarakan di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang, pada Agustus 2013 silam. Teori pun bermunculan, seputar akibat paparan logam berat, polusi udara, hingga mutasi gen FMR1, yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang.
Sayangnya, penelitian prevalensi autisme di Indonesia hingga kini belum dilakukan. Ingin tahu lebih jauh seperti apa perjuangan para orang tua dalam merawat anak-anak mereka yang menyandang gangguan spektrum autisme? Ikuti kisahnya dalam Dunia Sunyi Para Pencari Jati Diri.
Penulis | : | |
Editor | : | Yoga Hastyadi Widiartanto |
KOMENTAR