Kasus Kereta Api Malabar jurusan Bandung-Malang yang terguling di jurang sedalam 20 meter, Jumat, di Kampung Terung, Desa Pasirhuni, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengindikasikan perhatian pemerintah terhadap moda kereta api masih kurang.
Penilaian itu dikatakan ahli hukum transportasi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Chandrawulan, Sabtu (5/4), di Bandung, Jawa Barat. "Seharusnya sudah diantisipasi lokasi rawan atau daerah labil yang dilintasi kereta api (KA). Kasus ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap kereta api lemah, khususnya dalam pemeliharaan dan pengawasan. Di sejumlah negara, moda transportasi KA amat diperhatikan sekaligus menjadi sistem transportasi utama," ujarnya.
Ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranoto, Semarang, Djoko Setijowarno, juga mengingatkan, jalur KA di Jabar perlu perhatian khusus dari pemerintah. Hal itu mendesak dilakukan untuk menjamin keselamatan karena rel KA di daerah itu dibangun di atas tanah tidak rata dan rawan bergerak.
"Jalur KA di Jabar dibangun Pemerintah Hindia Belanda dengan hati-hati menelusuri perbukitan dan lembah menghindari trase tanah gerak. Risikonya banyak jembatan dan terowongan. Laju direkomendasikan tidak lebih dari 100 kilometer per jam," kata Djoko.
Menurut Chandrawulan, jika kawasan itu sangat rawan ambles atau longsor, diperparah lagi dengan kian banyaknya permukiman ataupun alih fungsi lahan KA, pemindahan jalur atau rel bisa menjadi alternatif. "Jalur selatan dibangun pada masa kolonial Belanda. Sampai kini, kereta masih memakai rel lama," ujarnya.
Tiga tewas
KA Malabar berangkat Jumat lalu pukul 15.30 dengan membawa 298 penumpang dari Stasiun Bandung dan 13 kru. Saat melintas di lokasi kejadian, intensitas hujan tinggi dan jalur yang dilalui berkelok. Di sisi kiri rel, dari arah Bandung, terdapat jurang sekitar 20 meter. Akibat hujan deras, tanah di lokasi kejadian longsor dengan bentangan sepanjang 25 meter.
Bantalan rel pun ambles sehingga posisi rel dalam keadaan menggantung. Ketika KA melintas, rel tak kuat menahan beban sehingga kereta keluar jalur hingga lokomotif dan dua gerbong eksekutif masuk jurang. Lokomotif saat itu menarik sembilan gerbong yang terdiri dari kelas eksekutif, kereta makan, kelas bisnis, kelas ekonomi, dan kereta barang.
Korban tewas dalam tragedi itu dipastikan tiga orang, yaitu Haris Budi Cahyono, warga Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur; Sri Hartanto, warga Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta; dan Ayu Diah Kusuma Ningrum, warga Kabupaten Malang, Jatim. Hartanto dan Ayu adalah staf PT Kereta Api Indonesia (KAI). Selain itu, 29 orang juga terluka.
Akibat kecelakaan itu, KA Malabar terlambat 14 jam tiba di Malang dan sejumlah KA lain di Jawa Tengah, Jatim, dan Jabar terlambat berangkat atau datang. Ada pula rangkaian KA yang dialihkan melalui jalur utara.
Dari Banten, Sabtu, dilaporkan, rangkaian KA pengangkut batubara anjlok di Stasiun Rangkasbitung, Lebak. Menurut Kepala Humas PT KAI Operasi I Agus Komarudin, KA yang anjlok itu sudah diatasi. Hanya jadwal beberapa KA lokal sempat telat.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR