Emmanuel de Merode yang menjabat sebagai direktur pengelola Taman Nasional Virunga ditembak pada Selasa (15/4) lalu. Kejadian yang menimpa pengelola taman nasional tertua dan paling tinggi keanekaragaman hayatinya di Afrika ini merupakan rentetan panjang peristiwa kekerasan selama 2014 yang telah menjangkiti wilayah Republik Demokratik Kongo (Tempat ini terkenal karena gorila gunung dan kuda nil ini).
Kata Joanna Natasegara, juru bicara kawasan konservasi, Merode—yang juga menyandang status pangeran dari Belgia—disergap di seruas jalan di wilayah Taman Nasional Virunga. Berdasarkan catatan, lebih dari 140 polisi hutan telah tewas saat menjalankan tugas di kawasan konservasi ini selama satu dekade terakhir. Catatan paling dekat, sekitar sebulan lalu, seorang polisi hutan tewas tertembak.
Merode yang berusia 43 tahun itu mendapatkan luka tembak di bagian perut dan kaki. Ia mendapatkan penyerangan itu saat melakukan perjalanan sendiri di jalan utama dari kota terdekat Coma ke Rumangabo Ranger Headquarters (pusat kegiatan polisi hutan Rumangabo).
"Dia berada dalam kondisi yang sangat stabil dan memiliki semangat yang baik," kata Natasegara. Sementara itu, katanya, pemerintah tidak memiliki informasi mengenai penyerang itu.
Sebagian besar kekerasan itu berasal dari konflik dengan gerilyawan bersenjata yang tinggal di dalam Taman Nasional. Virunga adalah "tempat paling berbahaya di dunia untuk mencoba berlatih soal pelestarian satwa liar," kata fotografer National Geographic, Brent Stirton, yang pernah bekerja di kawasan itu dalam jangka waktu lama. Ia lantas menyebut Merode sebagai "orang yang paling punya tekad dan tanggung jawab yang saya temui di seluruh karir saya."
Merode sendiri adalah lelaki yang dibesarkan di Afrika bagian timur dan dilatih sebagai antropolog. Tahun 1993, ia pergi ke Kongo. Sejak 2001, ia telah membantu pemerintah negara itu meningkatkan upaya pelestarian untuk Taman Nasional Virunga.Tahun 2005, Merode mendirikan WildlifeDirect, kelompok pelestarian satwa liar yang mendukung jagawana di daerah terpencil dan berbahaya. Ia menikah dengan Louise Leakey, seorang ahli paleontologi yang terkenal karena karyanya di Kenya dan yang merupakan penjelajah National Geographic .
Pada 2008 Marode diangkat menjadi kepala Taman Nasional dan mengawasi sekitar 680 polisi hutan. Kepala Taman Nasional yang sebelumnya, Honore Mashagiro, telah ditangkap sehubungan dengan pembunuhan tingkat tinggi pada gorila gunung di kawasan ini.
"Ini adalah tugas kita untuk melindungi gorila gunung dan semua flora dan fauna lain di Taman Nasional," tulis Merode dalam biografi resminya. "Kita berutang kepada anak-anak dan cucu kita."
Meskipun perjuangan di wilayah ini penuh dengan kekerasan, ketidakstabilan, dan kemiskinan, termasuk perang saudara yang terjadi baru-baru ini, Joanna Natasegara, menyebut Virunga sebagai "sumber harapan untuk masa depan."
Didirikan pada 1925, Taman Nasional Virunga dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1979.
Virunga adalah rumah bagi sekitar seperempat dari 880 gorila gunung liar yang tersisa di dunia. Dan, termasuk satu-satunya Taman Nasional di dunia yang menjadi habitat dari tiga spesies kera besar, termasuk gorila dataran rendah di bagian timur dan simpanse. Bukan hanya itu, kawasan konservasi ini memiliki lebih dari seribu spesies satwa liar, termasuk kepadatan tertinggi kuda nil di Afrika.
Pariwisata dibuka kembali di Taman Nasional pada 2012, setelah istirahat akibat perang saudara. Stirton menyebut Virunga sebagai, " lima tujuan ekowisata tertinggi di dunia," dan mengatakan pariwisata adalah jalan keluar jangka panjang untuk masalah ekonomi di kawasan itu. Dia menambahkan, bahwa sepengetahuannya, wisatawan belum menjadi target kekerasan di Taman Nasional.
(Baca juga Wisata Berkelanjutan Bantu Pelestarian Gorila dan Prahara di Taman Nirwana)
Dalam video yang dilansir oleh National Geographic pada 2008, Merode menyebut Virunga Taman Nasional paling penting di Afrika, tulang punggung wilayah Lembah Albertine.
Ketika ditanya apakah ia khawatir tentang keselamatannya sendiri di Taman Nasional, Merode mengatakan ia sadar akan risiko itu dan bahwa "mereka harus mengatasinya."
Penulis | : | |
Editor | : | Kahfi Dirga Cahya |
KOMENTAR