Sama seperti tahun lalu, ART|JOG|14 kembali menyelenggarakan program Young Artist Award (YAA). Penghargaan ini diberikan kepada tiga perupa berusia maksimum 33 tahun. Program YAA dirancang sebagai wujud apresiasi atas kiprah mereka dalam berkarya. Tujuannya menggali potensi dan wawasan seniman muda, serta memperluas jaringan berkesenian mereka. Para pemenang akan menerima dana pengembangan dan program residensi di Starke Foundation, Jerman.
Sama dengan tahun lalu, ART|JOG|14 kembali melibatkan tiga juri dalam program kompetisis ini. Mereka adalah Aminuddin TH Siregar (staf pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung/ITB), Farah Wardani (Direktur Indonesia Visual Art Archive, Yogyakarta), dan Hendro Wiyanto (kurator senirupa berbasis di Jakarta).
Bagi Farah Wardani, sebenarnya program YAA ART|JOG|13 tahun lalu lebih memiliki unsur kejutan, karena pada saat itu ART|JOG belum mengumumkan bahwa diselenggarakan program YAA ini. “Jadi prinsipnya para juri menilai karya-karya seniman di bawah umur 33 tahun tanpa sepengetahuan mereka bahwa karya mereka dikompetisikan. Mungkin karena pada saat itu adalah pertama kali, jadi sekaligus menjadi gimmick buat YAA-nya,” ujar Farah.
“Tahun lalu, tiga seniman besar YAA membuat karya dengan medium print, instalasi drawing, dan instalasi patung. Jadi, idealismenya adalah menunjukkan semacam benchmark penilaian akan karya seniman muda yang progresif, relevan dengan tema dan semangat zaman, serta potensial ke depannya. Di tahun ini, kriteria tersebut yang diterapkan program YAA ART|JOG|14.”
“Bedanya, tahun ini seniman-seniman U-33 sudah mafhum bahwa ada faktor kompetisi melalui program YAA. Dampaknya, karya-karya seniman muda yang masuk tampak lebih serius, minimal dalam hal presentasi dan finishing. Menurut saya, ini pertanda bagus, karena hal ini bisa memotivasi seniman-seniman muda untuk lebih serius menggarap karya. Mediumnya pun semakin beragam. Lukisan konvensional sedikit sekali ditemukan di ART|JOG tahun ini.”
Namun demikian, Farah menilai bahwa belum ada perkembangan atau inovasi yang signifikan dalam aspek eksplorasi tema dan pendalaman terhadap isu. “Masih lebih dominan mengemukakan ekspresi dan insting artistik. Jadi, tampaknya masih butuh waktu untuk melihat munculnya karya-karya seniman muda yang memberikan lebih banyak pendalaman terhadap subject-matter,” imbuhnya.
Menurut pengamatan Farah, adanya faktor tema “Legacies of Power” sendiri—yang di satu sisi sangat relevan dengan momentum peralihan kepemipinan, tetapi di sisi lain karena wacana ini sudah menjadi sangat mainstream—maka ada kecenderungan tema ini muncul ‘terlalu gamblang’ dalam karya-karya yang dihasilkan. Wacana ini dapat mudah diperoleh via media massa, via obrolan sehari-hari. “Jadi saya perkirakan, referensi-referensi ini seperti tinggal dituangkan saja menjadi karya.”
Dalam pandangannya, faktor tersebut juga yang membuat dialog antarjuri menjadi lebih mudah, meski tetap ada perdebatan. “Tiga yang kami pilih adalah yang kemudian cukup menunjukkan adanya pendalaman dan sudut pandang yang berbeda, selain faktor-faktor lainnya, seperti medium, presentasi, dan kualitas penggarapan artistik,” pungkas Farah.
Tiga seniman penerima Young Artist Award ART|JOG|14 adalah: Agugn Prabowo, dengan karya seri terdiri dari lima buah karya seni cetak (printmaking); Eldwin Pradipta, berupa karya seni video berjudul Liquefaction of Mooi #2; serta Olga Rindang Amesti, dengan karya media campuran berjudul Mind and Boxes.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR