Pesan penting konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan kian lantang disuarakan. Dan, satu hal yang perlu disadari, peran nelayan nyatanya sebagai subyek perubahan dalam perikanan berkelanjutan.
Rare Indonesia, sebuah lembaga konservasi internasional, baru saja menutup dan merayakan keberhasilan kampanye Pride dalam mendorong perubahan perilaku nelayan bagi perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Program Pride ini telah dilakukan sejak 2001 oleh Rare Indonesia dan berlangsung hingga lima angkatan. Angkatan kelima memfokuskan pada promosi Zona Larang Tangkap.
Untuk isu perikanan berkelanjutan, Rare pun sudah bekerja bersama mitra di enam kawasan Taman Nasional, satu Kawasan Konservasi Perairan Nasional, dan sembilan Kawasan Konservasi Perairan Daerah. Program ini berupaya memperkuat dukungan masyarakat terhadap konservasi kawasan perairan di Indonesia.
Wakil Presiden Rare Indonesia Taufiq Alimi mengatakan kampanye Pride perlu dilakukan terus-menerus dengan dukungan berbagai pihak, terutama pembuat kebijakan di tingkat nasional dan daerah, untuk menciptakan dampak konservasi yang besar. “Kami menitipkan pencapaian masyarakat dalam mendukung penerapan zona larang tangkap untuk memastikan ketersediaan ikan secara berkelanjutan ini kepada calon pemimpin Indonesia mendatang,” tambah Taufiq di sela perayaan di Hotel Aryaduta, Jakarta (26/6).
Taufiq mencontohkan keberhasilan kampanye Pride yang dilakukan mitra Rare Indonesia di dua zona larang tangkap, Marimabuk danTolandono, di Pulau Tomia. Kini tidak ada nelayan yang memancing di zona larang tangkap dari yang semula dijumpai enam kapal nelayan per hari. Jumlah ikan kakap merah (Lutjanusgibbus) juga mengalami peningkatan sebanyak 52 persen.
Demikian pula di Yaan, Kawasan Konservasi Perairan Daerah Misool, Raja Ampat, Papua Barat. Kepatuhan nelayan telah meningkatkan biomassa ikan di zona larang tangkap sebanyak 100 persen.
Program Pride kelima dilakukan di 12 kawasan konservasi perairan, 11 kawasan berada di wilayah Indonesia, dan satu lainnya di wilayah Malaysia. Sasaran program ini adalah masyarakat pengakses sumber daya perikanan yang tinggal di sekitar kawasan tersebut.Program ini mendorong masyarakat—kaum nelayan untuk mengubah perilaku agar lebih berperan aktif dalam pengelolaan daerah larang tangkap.
Sebanyak 38 daerah sasaran seluas 110.276 hektare dari total kawasan seluas 2.511.752 hektare telah dipromosikan dalam program ini.
“Dari pendataan pascakampanye, rata-rata peningkatan perubahan perilaku nelayan di kedua belas lokasi kampanye meningkat 34 poin, atau naik dari 31 persen menjadi 65 persen,” ujar Taufiq.
“Nelayan sudah berubah perilakunya, mematuhi Zona LarangTangkap dan terlibat aktif menjaganya,” tambah Taufiq.
Penerapan Zona Larang Tangkap adalah langkah penting untuk menjaga ketersediaan ikan. Berdasarkan penelitian, tiga miliar orang di dunia bergantung pada ikan sebagai sumber protein utama. Namun 64 persen cadangan ikan di seluruh dunia ditangkap secara berlebihan.
“Kampanye Pride turut membantu meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan konservasi perairan di daerah pesisir yang belum mengelola penangkapan ikan dengan baik, dengan cara memperkuat dukungan nelayan terhadap konservasi kawasan, menjadikan nelayan sebagai subyek perubahan,” kata Taufiq.
Perubahan perilaku nelayan ini berimplikasi pada menurunnya kerusakan sumber daya laut dan perikanan, dan meningkatkan jumlah biomassa ikan dan keutuhan terumbu karang.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR