Mantan Ketua REI dan Past President FIABCI Asia Pasifik, Teguh Satria, mengatakan bahwa para pemangku kepentingan di Asia Pasifik saat ini memberikan perhatian khusus pada pengembangan berkelanjutan atau sustainable development. Tidak hanya soal pembangunan kota, masalah urbanisasi juga menjadi pembahasan menarik, karena urbanisasi bila dimanfaatkan dengan tepat bisa tidak dilihat sebagai masalah lagi.
"Kalau Asia Pasifik, mereka concern pada sustainable developement dalam membangun kota. Artinya, kota bisa dibangun dengan konsep berkelanjutan. Mereka membahas urbanisasi karena sudah 50 sekian tahun, penduduk urban lebih banyak," ujar Teguh.
Namun, Teguh juga menggarisbawahi bahwa Deputy Secretary-General of the United Nations for Human Settlements Juan Claus Direktur Eksekutif sempat mengungkapkan konteks urbanisasi yang tidak selamanya negatif.
"Urban positif itu yang membangun kota. Kalau mereka membuat penataan kota, urban ini yang mengisi. Urbanisasi bisa mendorong pembangunan. Kita kan selama ini seperti kayak ketakutan, kalau bisa urbanisasi itu malah dicegah," imbuhnya. Apa yang jadi akar masalah urbanisasi?
Teguh memaparkan, urbanisasi bukan hanya perpindahan masyarakat dari desa ke kota. Tapi ada pula rural urbanizing, perubahan gaya hidup dari masyarakat rural menjadi masyarakat urban. Contohnya, kota kecamatan yang dulunya rural, sekarang setelah ada pusat perbelanjaan dan menjadi daerah urban juga.
Sementara itu, di lokasi proyek Bandar Kemayoran, Jakarta, Rabu (25/6), Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Penduduk dan Permukiman, Syahrul Effendi, mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang tengah berkonsentrasi membenahi kampung-kampung dan membangun kawasan. Menurutnya, dinas perumahan pun sudah diminta untuk merancang kota terkait pembebasan tanah. Tentunya, hal ini dilakukan dengan semangat membuat kota yang berkelanjutan. (Lihat pula: Pencanangan Kota Hijau, Fokus Hari Bumi 2014)
Hanya, menurut Syahrul, pemerintah tidak bisa membendung urbanisasi tersebut. Dia pun tidak memaparkan langkah-langkah pemerintah mengatur urbanisasi. Dia mengatakan, bahwa pola hidup masyarakat Jakarta seperti siklus. Pendatang biasa tinggal dengan cara mengontrak, bekerja, kemudian mencari rumah di pinggiran Jakarta.
"Ibukota terbuka, kompetisi masyarakat Ibukota ini besar sekali. Diharapkan tentu bukan masalah urbanisasi. Urbanisasi yang profesional dan berkualitas. Ini seperti pola hidup. Bagi pendatang biasanya datang, mengontrak dulu, lalu dia bekerja, kemudian berhasil, dan membeli rumah di pinggiran Jakarta. Mungkin, kalau kesejahteraannya menjngkat lagi, dia tinggal di kota besar di luar Jakarta. Seperti itu, terus berputar," pungkasnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR