Eksekusi 13 ulama Sunni di Mosul bulan lalu oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) merupakan sebuah langkah untuk membungkam suara-suara moderat di antara kalangan Sunni Irak dan untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar. Demikian kata pakar PBB untuk kebebasan beragama seperti dilaporkan Washington Post, Minggu (7/7).
"Di sini sebuah gerakan Sunni sedang mengeksekusi para pemimpin agama Sunni. Hal itu seharusnya membuat kita berpikir," kata Heiner Bielefeldt, pelapor khusus PBB tentang kebebasan beragama atau berkeyakinan. "Sangat penting untuk lebih memusatkan perhatian pada pembunuhan khusus ini karena di sini kita tidak berbicara tentang Sunni melawan (Syiah). Ini merupakan kasus yang sangat jelas tentang kekejaman yang dilakukan terhadap rakyat mereka sendiri, terhadap para pemimpin agama dari kalangan Islam Sunni yang mungkin punya pemahaman berbeda tentang Islam."
Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, memimpin salat Jumat lalu di Masjid Agung Nur al-Din Mosul. Salah satu dari ulama yang pertama kali dieksekusi di Mosul, menurut PBB, adalah imam masjid itu, Muhammad al-Mansuri. Dia dieksekusi pada 12 Juni, kata PBB, karena tidak mau bersumpah setia kepada ISIS, yang telah merilis sebuah video berdurasi 21 menit pada Sabtu lalu yang menampilkan Baghdadi berkhotbah dari mimbar yang sama, yang dulu digunakan Mansuri.
Sebanyak 12 ulama Sunni lainnya dihukum mati pada 14 Juni. Demikian kata PBB.
Baghdadi telah menegaskan bahwa semua Muslim berutang kesetiaan kepada kekhalifahan Islam, yang ISIS deklarasikan pada 29 Juni dan sekarang berada di wilayah yang dikuasainya di Suriah dan Irak, dan kepada Baghdadi, yang kini menyebut dirinya sebagai Khalifah Ibrahim.
Seorang penduduk Mosul yang pernah bekerja di masjid itu mengatakan pada Sabtu bahwa ISIS sekarang mendikte semua isi khotbah Jumat di kota tersebut.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR