Setelah menggunakan satelit untuk melacak 171 paus biru yang berada di lepas pantai pesisir barat Amerika selama 15 tahun, para ilmuwan telah meraba kemungkinan sebuah faktor penyebab populasi paus biru tetap rendah walau telah dilindungi secara internasional.
Sebanyak 171 paus yang dilacak itu merupakan bagian dari populasi area timur North Pacific, yang terdiri atas 2500 individu. (Sedangkan jumlah paus biru di seluruh dunia total adalah sekitar 10.000 paus.)
"Ukuran sampel yang terbilang sangat luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya untuk spesies paus," ujar Phillip Clapham, ahli biologi khusus Cetacea —paus adalah mamalia yang termasuk dalam bangsa atau Ordo Cetacea— di National Marine Mammal Laboratory, Seattle, Washington, yang tidak terlibat studi.
Pada sebuah studi yang dimulai tahun 1993, Bruce Mate, ahli biologi Cetacea di Marine Mammal Institute (MMI) Oregon State University, Newport, merancang suatu metode untuk memasang tag satelit di punggung paus balin atau paus bersurai.
Salah satu spesies dari kelompok subordo paus balin ini merupakan paus biru Balaenoptera musculus—yang terbesar, dengan panjang mencapai 30 meter dan seberat 170 metrik ton. Namun meskipun ukurannya yang terbilang amat besar, sedikit yang diketahui mengenai jangkauan atau pergerakan mereka.
"Paus biru mulai muncul di California pada era awal 1990," kata Ladd Irvine, ialah seorang ahli Cetacea lainnya di MMI yang memimpin studi. Studi terbaru ini dipublikasikan di jurnal PLOS One 23 Juli.
Tetapi, tambahnya, waktu itu tidak diketahui dari mana mereka datang, dan ke mana tujuan mereka untuk berkembang biak. "Atau bahkan berapa jumlahnya."
Mate, Irvine serta rekan-rekan, mulai melakukan pelacakan dan pemantauan. Penelitian mereka didasari sebuah tanda tanya besar mengapa populasi paus biru menurun drastis sementara spesies-spesies lain paus balin meningkat semenjak diberlakukannya larangan penangkapan oleh International Whaling Commission pada 1966.
"Dibanding spesies paus besar lain yang berdiam di daerah yang sama, populasi paus biru tidak meningkat," kata Monica DeAngelis, ahli mamalia laut National Marine Fisheris Service-NOAA di Long Beach, California, yang turut berkolaborasi dalam studi juga.
Dari analisis pergerakan, akhirnya mereka menemukan, bahwa paus senantiasa kembali ke zona laut lepas Santa Barbara dan San Francisco karena di sini terdapat mangsa utama mereka: krill (udang kecil), dalam jumlah massal. Namun area ini juga merupakan jalur pelayaran utama, di mana melalui area yang sama kapal-kapal hilir mudik ke sejumlah pelabuhan nan sibuk di Los Angeles dan San Francisco.
"Ini bukan keberuntungan yang menyenangkan," ujar Irvine.
Peneliti tidak bisa tahu pasti berapa banyak paus biru di timur North Pacific terbunuh karena bertabrakan dengan kapal. Mereka masih belum dapat menyimpulkan hal ini sebagai faktor paling atas dalam penurunan jumlah populasi.
Yang sudah jelas, sebagai contoh, dalam kurun 2 minggu saja pada 2007, setidaknya didata tiga paus biru yang mati setelah ditabrak kapal dekat Kepulauan Channel, California. Dua bangkai paus biru lain lagi terlihat selama periode tersebut, meski para ilmuwan tidak bisa menelitinya.
Lagipula, menurut Irvine, hanya oleh sebab tempat terbaik untuk mempelajari populasi paus biru adalah memang area timur North Pacific, sehingga mereka melakukan studi di sana, belum tentu tidak ada populasi paus di tempat lain yang ditabrak kapal.
"Realitasnya, tabrakan kapal adalah sebuah ancaman global bagi spesies ini," imbuh DeAngelis.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR