Bertepatan dengan Hari Orangutan Internasional yang jatuh tanggal 19 Agustus, WWF-Indonesia dan WWF Malaysia mengajak para pemangku kepentingan termasuk sektor bisnis untuk berpartisipasi dalam penguatan konservasi orangutan borneo khususnya di kawasan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Rencana Aksi Orangutan di Lintas Batas yang telah diinisiasi oleh Departemen Kehutanan Negara Bagian Sarawak, Malaysia, pada 2005, menjadi sangat relevan untuk diperkuat bagi kedua negara dalam konteks perlindungan yang lebih baik bagi primata yang tersebar di kawasan Heart of Borneo (HoB) ini – tepatnya di Kalimantan dan di negara bagian Sabah dan Sarawak, Malaysia.
Sudah saatnya bagi pemegang konsesi yang berada di kawasan tersebut untuk menerapkan rencana konservasi orangutan sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap praktik sektor kehutanan yang bertanggung jawab.
CEO WWF-Indonesia, Efransjah, menjelaskan, “Penelitian kami menunjukkan bahwa 70 persen dari populasi orangutan di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat, berada di kawasan lintas batas, yakni berbatasan dengan Cagar Alam Lanjak Entimau di Malaysia. Hal ini menegaskan pentingnya kerjasama diantara kedua negara untuk bahu-membahu menyelamatkan spesies ini.”
Dia melanjutkan bahwa di Kalimantan sendiri, lebih dari 70 persen orangutan tinggal di luar kawasan lindung, misalnya saja di area konsesi perusahaan, sehingga agar satwa langka ini dapat bertahan hidup, kerjasama dengan pengusaha yang memiliki konsesi tersebut menjadi sangat penting.
“WWF-Indonesia telah bekerjasama dengan beberapa HPH pemilik konsesi di Kalimantan dalam membantu melindungi orangutan yang berada di kawasan mereka, yaitu dengan mengintegrasikan antara rencana pengelolaan produksi kayu dan konservasi satwa liar, dalam hal ini orangutan.
Konsesi tersebut mencakup 300.000 hektare atau lebih dari sepertiga wilayah prioritas orangutan dalam lansekap orangutan Arut Belantikan di Kalimantan,” ujarnya.
Melalui fasilitasi WWF, salah satu perusahaan konsesi yakni PT Suka Jaya Makmur (SJM), berlokasi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, telah berhasil mengembangkan dan menerapkan rencana pengelolaan hutan produksi yang bersinergi dengan konservasi orangutan, dan karena keberhasilannya, perusahaan tersebut mendapatkan sertifikasi FSC, sebuah sertifikasi yang diterima secara global.
PT SJM merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang mengembangkan pengelolaan orangutan dengan konsep tersebut dan meraih standar tertinggi praktik keberlanjutan.
Penelitian WWF menunjukkan bahwa sepanjang logging dilakukan dengan cara-cara yang lestari, pakan alami orangutan dijaga agar tetap tersedia, dan ancaman perburuan selalu dikontrol secara ketat, orangutan dapat tetap hidup didalam hutan produksi dengan baik.
Secara umum, CITES mengkategorikan orangutan borneo (Pongo pygmaues) sebagai spesies terancam punah (Appendix I). Populasi orangutan terancam oleh fragmentasi habitat kurang lebih 55% dalam 20 tahun teakhir akibat konversi hutan untuk lahan perkebunan, pertambangan dan pemukiman. Populasi kera besar ini juga terancam oleh kebakaran hutan serta perdagangan untuk dijadikan satwa peliharaan. (Baca pula: Konservasi Orangutan Sumatra Kian Mendesak)
Ketua Kelompok Kerja Nasional HoB Indonesia, Prabianto Mukti Wibowo, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam konservasi dan pembangunan berkelanjutan di kawasan HoB. Untuk menjamin tercapainya visi HoB, termasuk mengatasi deforestasi dan mendukung konservasi keanekaragaman hayati.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa penting untuk memperbaiki kondisi hutan-hutan gundul yang kritis dan untuk memastikan konektivitas koridor keanekaragaman hayati satwa liar. Sementara pada saat yang sama juga mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, baik di sektor produksi kayu dan minyak sawit yang lestari.
Oleh karena itu, partisipasi sektor swasta dan masyarakat lokal di kawasan tersebut menjadi faktor utama. "Visi ini akan menunjukkan implementasi yang nyata dari konsep ekonomi hijau, di mana bisnis dapat beroperasi tanpa merugikan spesies yang terancam punah,” ungkapnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR