Ketergantungan Indonesia pada energi fosil membuat produksi minyak bumi dalam negeri menurun drastis sejak tahun 2001 silam. Keadaan ini didorong oleh kebutuhan yang terus naik dan tumbuhnya sektor industri di Indonesia.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono mengatakan bahwa ketergantungan energi fosil masih didominasi oleh kebutuhan minyak yang mencapai 41,8 persen, disusul batu bara 29 persen dan gas 23 persen. Kebutuhan ini untuk memenuhi sektor industri yang mendominasi sebesar 37 persen penggunaan energi fosil di Indonesia.
Sementara cadangan gas masih cukup sampai 50 tahun ke depan dan batu bara cukup untuk 80 tahun.
Kebutuhan yang sangat besar ini ternyata tidak bisa ditopang oleh cadangan energi di Indonesia yang kian menipis. Cadangan minyak misalnya, hanya cukup untuk 23 tahun lagi.
Sementara cadangan gas masih cukup sampai 50 tahun ke depan dan batu bara cukup untuk 80 tahun mendatang.
"Cadangan migas yang tinggal sedikit ini dikarenakan kita kesulitan menemukan lagi lokasi penghasilnya. Kita sudah tidak bisa lagi mencari migas di darat, terutama di hutan. Alhasil kita hanya bisa bergantung pada lautan," ujarnya saat mengisi Seminar Penjabaran Potensi Sumber Daya Energi dan Mineral di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKHH) UGM, Sabtu (13/9).
Bergantung pada sumber daya mineral tertentu, belum mengalihkan Indonesia pada pemanfaatan sumber daya mineral lainnya. Surono membeberkan, sumber daya hidro, panas bumi, mini/mikrohidro, biomassa dan uranium masih belum termanfaatkan secara optimal.
"Adapun matahari, angin, gelombang laut, coral bed methane, shale gas yang sama sekali belum dimanfaatkan," bebernya.
Keadaan ini melahirkan tantangan baru bagi pemerintahan Indonesia ke depan, bagaimana energi dan cadangannya masih tetap tersedia, prioritas pengembangan energi, serta pemanfaatan sumber daya energi nasional dapat dilakukan.
Dengan keterbatasan sumber daya energi yang ada saat ini, Surono mengusulkan pemerintah harus menggodok Undang-undang yang memberikan koridor bagi eksplorasi sumber daya mineral dan migas di lautan.
"Saya optimis pemerintahan yang baru ke depan bisa membongkar hal ini, karena kita tidak boleh terantuk batu yang sama," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR