Meski diberi perpanjangan waktu dua bulan dari 24 Juni, tak sampai 10 persen merek rokok yang mencantumkan peringatan kesehatan bergambar pada bungkusnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta berani menindak tegas. "BPOM harus berani bertindak dan cepat. Perpanjangan dua bulan ini menunjukkan kelemahan pemerintah," kata Ketua Asosiasi Pengacara Indonesia pada Pengendalian Tembakau Muhammad Joni, Rabu (17/9).
Dari 3.363 merek rokok yang terdaftar di BPOM hingga 11 September, baru 269 merek yang mencantumkan peringaatan kesehatan bergambar pada kemasannya. Jumlah merek itu berasal dari 67 industri rokok.
Saat ini, industri rokok di Indonesia tercatat 660 perusahaan. Tanpa ada gerakan dari BPOM, pelarangan yang dilakukan industri rokok itu tak akan mendapat sanksi. Padahal Pasal 114 UU No 36/2009 tentang Kesehatan menyebutkan, setiap orang yang memproduksi atau memasukkan rokok ke wilayah Indonesia wajib mencantumkan peringatan kesehatan.
Penasihat Kebijakan Senior dari Aliansi Pengendalian Tembakau se-Asia Tenggara Mary Assunta mengungkap, ketidaktegasan pemerintah itu dimanfaatkan oleh industri rokok.
Berdasarkan survei di daerah, dua daerah dengan industri rokok terbesar yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur, kepatuhan penerapannya masih rendah. Di Semarang, jumlah produk yang mencatumkannya 49 persen. Di Surabaya 50 persen.
DKI Jakarta tercatat menjadi terendah dalam kepatuhan penerapan ini, 37 persen.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR