Pada 2100, diperkirakan akan ada sekitar 11 miliar orang yang hidup di Bumi. Persediaan makanan akan menjadi salah satu tantangan terberat manusia, akan lebih rumit lagi jika ini dikaitkan dengan isu perubahan iklim.
Oleh sebab itu, beberapa pakar menyerukan: Lupakan hamburger; serangga lebih bermanfaat bagi manusia dan alam sekitar...
Di beberapa tempat, serangga telah dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Di Meksiko, orang-orang kerap menikmat belalang cabai panggang. Jangan lupakan Indonesia: belalang kerap dibacem dan digoreng, lantas disantap sebagai pelengkap nasi.
Beberapa pakar juga memprediksi, secara perlahan, serangga akan menghiasi gerai-gerai makanan di Amerika dan Eropa.
Untuk memastikan kandungan nutrisinya, ada tiga faktor mengapa serangga layak konsumsi.
Pertama, serangga lebih sehat daripada daging. Ada lebih dari 2000 serangga yang layak makan. Serangga-serangga tersebut kaya akan protein, kalsium, serat, zat besi, dan seng. Satu porsi kecil belalang, mengandung jumlah protein setara dengan satu potong daging sapi. Tapi serangga memiliki kalori dan lemak jauh lebih sedikit.
Kedua, cara mengolahnya cukup mudah dan murah. Hanya diperlukan sedikit teknologi untuk menghasilkan serangga-serangga tersebut.
Dan yang ketiga, serangga lebih ramah lingkungan dibanding dengan ternak. Produksi daging ternak diyakini menyumbangkan seperlima dari seluruh emisi gas rumah kaca. Sebaliknya produksi serangga, ia menghasilkan gas rumah kaca relatif lebih kecil.
Jika ada yang masih merasa “jijik” untuk menelannya, ada cara lain untuk mengonsumsinya. Serangga-serangga olahan itu bisa dicampur dengan bumbu serta saus pasta yang biasa digunakan untuk makanan cepat saji.
Jadi, mari kita lupakan hamburger; serangga lebih bermanfaat untuk manusia dan alam sekitar!
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR