Aksi unjuk rasa prodemokrasi di Hong Kong yang dikenal dengan Revolusi Payung terancam gagal setelah para pengunjuk rasa yang kelelahan berdebat soal langkah selanjutnya yang harus mereka tempuh, Senin (6/10).
Di saat yang sama jumlah pengunjuk rasa terus menyusut setelah sepekan melakukan aksi duduk di pusat-pusat pemerintahan Hong Kong dan kini suasana kota sudah mulai normal meski sejumlah ruas jalan masih ditutup.
Pada Minggu (5/10) malam puluhan ribu orang sempat bergabung di unjuk rasa yang menuntut pemilu bebas di Hong Kong itu, meski pemerintah memperingatkan agar demonstran segera membubarkan diri.
Meski saat ini jumlah pengunjuk rasa hanya tersisa ratusan orang yang bertahan di distrik Admiralty di dekat pelabuhan, pemimpin mahasisa Alex Chow mengatakan mereka tetap bertahan meski kini mengakui bola ada di tangan pemerintah.
Setelah sepekan sekolah dan bisnis di Hong Kong terganggu, jalan raya dirundung kemacetan serta kereta bawah tanah dipadati para warga yang marah karena tak bisa berangkat bekerja, warga Hongkong kini berbalik mengecam para pengunjuk rasa.
"Mereka harus membiarkan mobil lewat sesegera mungkin. Mereka menghalangi jalan," kata Michael Lau (25), yang harus menggunakan trem untuk berangkat bekerja.
"Berunjuk rasa tidak salah, tapi jangan mengganggu kehidupan kami karena kami harus mencari nafkah," kata Nyonya Hau, seorang penjual buah-buahan di distrik Admiralty.
"Para pemilik properti tidak akan menurunkan uang sewa akibat unjuk rasa ini. Uang sewa tetap harus dibayar," tambah suami Nyonya Hau.
Para pengunjuk rasa awalnya mendapat dukungan kuat warga. Namun setelah sepekan yang ternyata mengganggu kehidupan sehari-hari, kekecewaan mulai muncul.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR