Nationalgeographic.co.id—Kepunahan massal akhir periode Kapur 66 juta tahun yang lalu ditandai oleh bencana ekologis di seluruh dunia dan pergantian spesies yang cepat. Spesies arboreal (penghuni pohon) khususnya berada pada risiko kepunahan karena kerusakan lingkungan hutan skala besar yang disebabkan oleh kebakaran hutan dari dampak asteroid Chicxulub. Hal itu telah menarik perhatian para ilmuwan tentang bagaimana spesies tersebut dapat bertahan dari kepunahan.
Sekarang, sebuah penelitian baru yang dipimpin oleh ilmuwan Cornell University dan University of Cambridge mengungkapkan bahwa sebagian besar mamalia yang masih hidup tidak bergantung pada pohon lagi. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal akses terbuka Ecology dan Evolution pada 11 Oktober 2021 dengan judul "Ecological selectivity and the evolution of mammalian substrate preference across the K–Pg boundary".
Menurut peneliti, meskipun beberapa mamalia arboreal, termasuk nenek moyang primata dan marsupial atau mamalia berkantung, yang hidup atau selamat dari kepunahan, mungkin cukup fleksibel untuk beradaptasi dengan kehilangan pohon.
"Satu penjelasan yang mungkin tentang bagaimana primata bertahan dari kepunahan massal akhir Kapur, meskipun arboreal, mungkin karena beberapa fleksibilitas perilaku, yang mungkin merupakan faktor penting yang membuat mereka bertahan," kata Jonathan Hughes, seorang mahasiswa doktoral di Departemen Ekologi & Biologi Evolusi di Cornell University kepada Cornell Chronicle.
Ia menjelaskan, mamalia paling awal muncul kira-kira 300 juta tahun yang lalu dan mungkin telah terdiversifikasi atau menjadi lebih beragam bersamaan dengan perluasan tanaman berbunga sekitar 20 juta tahun sebelum peristiwa kepunahan massal di periode akhir zaman Kapur.
"Ketika asteroid Chicxulub menghantam (bumi), banyak dari garis keturunan mamalia ini mati," kata Hughes.
Ia menambahkan, pada saat yang sama, mamalia yang bertahan hidup terdiversifikasi ke semua relung ekologi baru yang terbuka ketika dinosaurus dan spesies lain punah.
Dalam studi tersebut, Hughes dan rekannya menggunakan filogeni yang diterbitkan, yaitu diagram seperti pohon bercabang yang menunjukkan keterkaitan evolusi di antara kelompok organisme, untuk mamalia.
Baca Juga: Kepunahan Massal di Usus Manusia Terungkap Berkat Kotoran 2.000 Tahun
Para peneliti kemudian mengklasifikasikan setiap mamalia hidup pada filogeni tersebut. Masing-masing dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu arboreal, semi-arboreal dan non-arboreal - berdasarkan habitat pilihan mereka. Para peneliti juga merancang model komputer yang merekonstruksi sejarah evolusi mamalia.
Menurut peneliti, fosil mamalia dari sekitar peristiwa kepunahan massal 66 juta tahun yang lalu sangat langka dan sulit digunakan untuk menginterpretasikan preferensi habitat hewan. Para peneliti kemudian membandingkan informasi yang diketahui dari mamalia hidup dengan fosil yang tersedia. Itu dilakukan untuk membantu memberikan konteks tambahan untuk hasil yang didapatkan.
Secara umum, model menunjukkan bahwa spesies yang bertahan sebagian besar non-arboreal melalui peristiwa kepunahan massal akhir Kapur. Dengan dua kemungkinan pengecualian, yaitu nenek moyang primata dan marsupial.
Baca Juga: Manusia, Ancaman Kepunahan Massal Keanekaragaman Hayati di Bumi
Nenek moyang primata dan kerabat terdekatnya ditemukan berada di arboreal tepat sebelum peristiwa kepunahan massal di setiap model. Sedangkan, nenek moyang marsupial ditemukan arboreal di setengah dari model rekonstruksi.
Para peneliti juga memeriksa bagaimana mamalia sebagai kelompok, mungkin telah berubah dari waktu ke waktu. "Kami dapat melihat bahwa menjelang peristiwa kepunahan massal akhir Periode Kapur. Sekitar jangka waktu itu, ada lonjakan besar dalam transisi dari arboreal dan semi-arboreal ke non-arboreal, jadi bukan hanya yang kita lihat kebanyakan spesies non-arboreal, tetapi segala sesuatunya dengan cepat beralih dari arborealitas (penghuni pohon),"kata Hughes.
Baca Juga: Cegah Kepunahan Massal, PBB Rilis Rencana Penyelamatan Bumi
Source | : | Cornell Chronicle,Ecology and Evolution |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR