Dua hari dalam seminggu, setiap Kamis dan Jumat, Ali Mahrus meluangkan waktu satu jam untuk memberi makan sekawanan nyamuk Aedes aegypti, yang dipelihara dalam sebuah kotak khusus.
Ali adalah satu dari 36 sukarelawan yang merelakan darah mereka dikonsumsi nyamuk-nyamuk di insektarium milik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM). Nyamuk-nyamuk ini secara khusus dikembangkan untuk dimasuki bakteri wolbachia, yang akan melawan virus demam berdarah dengue.
Program ini merupakan kerja sama sejumlah ahli berbagai negara yang tergabung dalam Eliminate Dengue Project (EDP).
"Jadi kayak digigit nyamuk biasa saja, seperti di luar. Cuma karena ini sekali waktu dan banyak nyamuk yang menggigit bersamaan, rasanya yang beda disitu saja. Kalau darahnya, paling total tidak ada satu tetes darah yang disedot dalam sekali makan," ujarnya.
Warsito Tantowijoyo PhD, ahli serangga kedokteran dalam proyek ini menegaskan, tidak ada yang perlu ditakutkan dengan nyamuk yang telah diberi wolbachia ini. Pemberian makan darah oleh para sukarelawan juga menjadi bukti, bahwa nyamuk-nyamuk itu aman bagi masyarakat.
Penelitian dalam proyek EDP ini telah memasuki bulan ke sembilan. Selain Australia sebagai negara pertama yang melaksanakan proyek ini, Indonesia, Vietnam, Brazil, Tiongkok dan Kolombia juga turut serta.
Tujuan utamanya adalah membasmi virus Aedes aegypti yang ada di tubuh nyamuk. Tidak dengan membunuh nyamuk yang ada, tetapi dengan menghilangkan kemampuan virus ini berkembang.
Dr. Eggi Arguni, peneliti pendamping dalam proyek ini memaparkan, di empat titik penelitian dalam sembilan bulan terakhir hanya ada delapan orang yang ditemukan terserang virus dengue.
"Memang infeksi demam berdarah itu masih ada di masyarakat, termasuk di daerah dalam penelitian ini. Karena sampai fase sekarang, kita bukan bertujuan untuk menurunkan dulu kasusnya, ini masih dalam fase kedua,. Itu akan kita capai dalam fase-fase selanjutnya," ujarnya.
Ditambahkan dr Eggi, setidaknya 60-80 persen nyamuk yang ada di lokasi penelitian, telah memiliki bakteri wolbachia di dalamnya. Fakta ini memberi harapan positif, karena populasi nyamuk dengan wolbachia ini otomatis mengurangi populasi virus demam berdarah.
Dr. Riris Andono Ahmad, peneliti utama dalam proyek ini menjelaskan, ada banyak kemungkinan mengapa masih ditemukan serangan di lokasi penelitian, diantaranya adalah masalah mobilitas penduduk dan sempitnya area penelitian yang dilakukan saat ini.
"Itu bisa tertularnya di luar lokasi itu, karena lokasinya terlalu kecil, sedangkan mobilitas penduduk terlalu tinggi. Pada fase ketiga, dimana kita akan menyebarkan pada lokasi yang lebih luas lagi baru kita bisa melihat efektivitasnya itu, karena intinya adalah seberapa luas wilayahnya dibandingkan mobilitas orangnya," ujarnya.
Fase ketiga, yang disebut oleh Riris Andono Ahmad, adalah fase dimana nyamuk yang telah dikembangkan di insektarium dengan wolbachia di dalamnya, akan disebar di wilayah setingkat kota atau kabupaten.
Penelitian ini didanai oleh Yayasan Tahija dan Bill and Melinda Gates Foundation. Bill Gates sendiri pada 5 April 2014, sempat berkunjung dan melepas nyamuk di lokasi penelitian, di Sleman, Yogyakarta.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR