Massa demonstran prodemokrasi di Hong Kong, Rabu (15/10) pagi, terlibat bentrokan dengan puluhan polisi Hong Kong yang membawa pentungan dan semprotan merica. Ini merupakan kekerasan terburuk sepanjang aksi unjuk rasa yang telah berlangsung selama dua minggu tersebut.
Konfrontasi antara massa dengan demonstran dan polisi sudah mulai meruncing pada beberapa hari terakhir, saat polisi berupaya membongkar barikade-barikade yang dibangun demonstran di area jalan-jalan utama.
Pada Rabu subuh, sejumlah polisi berbaris dengan membawa tameng dan pentungan menuju ke araha kerumunan demonstran yang membawa payung.
Polisi pun menggunakan pentungan untuk memukul mundur demonstran yang menolak mundur. Sejumlah demonstran ditarik keluar dari area demonstrasi, lalu diborgol, dan diseret polisi. Baik dari pihak demonstran maupun kepolisian Hong Kong banyak mengalami cedera.
Polisi mengatakan, 45 orang ditangkap dalam operasi tersebut—meliputi 37 pria dan 8 wanita. Dalam tempo satu jam, polisi menguasai Jalan Lung Wo yang berjarak hanya beberapa meter dari kantor Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Leung Chun Ying.
Pembongkaran barikade tersebut membubarkan pendudukan demonstran atas jalan tersebut yang digelar sehari sebelumnya.
Kekerasan yang terjadi antara demonstran dengan polisi, kemarin, merupakan yang terburuk sejak dimulainya aksi ini.
Mereka memperjuangkan pemilu bebas; menolak Beijing lebih dahulu menyeleksi calon pemimpin Hong Kong yang bisa maju dalam pemilihan. Pemerintah Tiongkok menolak tuntutan tersebut.
Polisi Hong Kong menjadi bulan-bulanan di media sosial ketika rekaman video yang memperlihatkan beberapa polisi memukul dan menendang seorang pengunjuk rasa yang tangannya diborgol, beredar luas. Kepala Keamanan Hong Kong pun mengatakan, para polisi yang melakukan tindak kekerasan itu telah dimutasi dari posnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR