Dalam penutupan acara Simposium Tuna Nasional yang berlangsung di Denpasar hari Kamis (11/12) ini, dicapai kesepahaman bahwa tren pasar tuna Indonesia ke depan akan semakin mengarah pada konsep keberlanjutan melalui kebutuhan ekolabel dan keterlacakan (traceability).
Simposium Tuna Nasional yang merupakan kerja sama WWF-Indonesia dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini, pertama kali mengusung tema perbaikan pengelolaan perikanan menuju praktik yang berkelanjutan. Bertujuan untuk menghimpun informasi seluas-luasnya dari hasil studi maupun temuan lapangan para akademisi, peneliti, dan para pelaku industri mengenai kondisi perikanan tuna Indonesia.
Hasil simposium menunjukkan bahwa saat ini status tingkat ekploitasi beberapa jenis tuna sudah sangat mengkhawatirkan, yaitu terekploitasi penuh (fully exploited) hingga terekploitasi berlebih (over-exploited). Kecenderungan penurunan persediaan tuna ini mengancam keberlangsungan mata pencaharian nelayan dan industri bisnis tuna di Indonesia.
Baca: Stok Ikan Tuna Asia Pasifik Terancam Habis
!break!
Menurunnya laju tangkap per unit usaha penangkapan (Catch Per Unit Effort/CPUE) dari tahun ke tahun, penangkapan juvenil tuna yang masih marak terjadi sebagai dampak dari penggunaan rumpon ikan yang tidak terkendali; jumlah, jenis armada dan alat tangkap yang belum terkendali secara optimal; belum adanya harvest control rule; serta masih maraknya praktik penangkapan IUU (Illegal, Unreported and Unregulated), adalah beberapa ancaman utama penyebab penurunan persediaan tuna di alam.
Namun demikian, keterlibatan swasta dalam upaya perbaikan pengelolaan perikanan tuna menunjukkan indikasi peningkatan yang positif melalui upaya program ekolabel walaupun jumlahnya masih belum signifikan.
Tingkat pemenuhan resolusi Lembaga Regional Pengelola Perikanan (Regional Fisheries Management Organisations - RFMOs) sebagai otoritas pengelola perikanan tuna dunia, terutama untuk isu pendataan hasil tangkapan melalui program onboard observer dan logbook perikanan di Indonesia juga menunjukan indikasi positif.
Wawan Ridwan, Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia, mengungkapkan, “WWF-Indonesia siap mengawal setiap upaya perbaikan pengelolaan tuna di Indonesia menuju praktik yang berkelanjutan, karena sebagai salah satu negara produsen utama tuna di dunia, Indonesia harus melakukan perubahan untuk merebut pasar dari negara-negara lain yang telah lebih dulu mencetak produk-produk tuna bersertifikat ekolabel, seperti Marine Stewardship Council.”
!break!Kawasan perairan Indonesia yang kaya nutrien dan menjadi tujuan migrasi tuna dalam mencari makanan dan bereproduksi sehingga Indonesia memiliki keterlibatan dan kontribusi kuat dalam pengelolaan perikanan tuna di dunia. Pada tahun 2011, tidak kurang dari satu juta ton tuna Indonesia di ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara di Uni Eropa, dengan nilai ekspor mencapai Rp11 triliun/tahun.
Baca: Indonesia Dorong Peningkatan Perdagangan Tuna ASEAN
Salah satu pembicara utama, Luky Adrianto, Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, menegaskan bahwa aspek keberlanjutan seharusnya tidak semata-mata dilihat sebagai biaya, melainkan sebagai bagian dari investasi jangka panjang bisnis perikanan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR