26 Desember ini menjadi momen warga dunia kembali berkabung mengingat tragedi yang meluluhlantakkan sebagian besar dataran Aceh dan sejumlah wilayah lainnya.
Bencana tsunami sepuluh tahun lalu yang meluluhlantakkan sebagian besar dataran Aceh, selain menyisakan kenangan pilu, juga merekam potret indah sebuah solidaritas global.
Peristiwa tersebut tak hanya menorehkan duka yang mendalam bagi warga Aceh dan saudara sebangsa setanah air kita, tetapi juga mengguncangkan jiwa kemanusiaan warga dunia.
Banyaknya bantuan yang berdatangan baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendukung masyarakat Aceh bangkit dari keterpurukan, merupakan ekspresi kepedulian sosial yang nyata dari berbagai warga dunia.
Kini duka itu telah sirna, seiring terbitnya geliat mimpi putra-putri Aceh. Para penyintas tsunami itu tengah bersiap membangun masa depan yang baru.
SOS Children\'s Villages, organisasi non-profit yang memperjuangkan hak dasar anak, mengadakan acara peringatan 10 tahun Tsunami Aceh itu, yang digelar Minggu (21/12) lalu di Jakarta, bertajuk "Sinergi untuk Aceh". (Lihat di sini)
Acara ini adalah puncak kampanye Tsunami Survivor: Duka Hanyut Berganti Asa yang digagas SOS Children\'s Villages Indonesia sejak 24 Oktober 2014 lalu. (Lihat di sini)
"Dukungan dana dari jaringan internasional SOS Children\'s Villages, mitra korporasi, LSM, media massa, figur publik serta partisipasi masyarakat lokal adalah kunci keberhasilan rangkaian upaya SOS Children\'s Villages dalam memperjuangkan hak-hak dasar anak Aceh selama sepuluh tahun terakhir. Perjalanan satu dekade SOS Children\'s Villages di Aceh diawali dari program tanggap bencana, rekonstruksi, hingga program jangka panjang kami yakni yakni program pengasuhan berbasis keluarga (Family-Based Care/FBC) dan penguatan keluarga (Family-Strengthening Program/FSP)," ungkap National Director SOS Children\'s Villages Indonesia, Gregor Hadi Nitihardjo.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR