“Menhir-menhir itu digunakan untuk menandai upacara pemakaman. Tidak sembarang orang yang dibuatkan menhir, biasanya bangsawan,” kata Olyvia Bendon sembari berjalan di rerumputan. Kemudian dia menghentikan langkahnya sejenak dan berujar, “Konon ceritanya digulingkan dari gunung dan ditarik manusia.”
Olyvia tinggal di Jakarta Selatan. Pada akhir Desember ini dia pulang ke kampungnya di Rantepao, Sulawesi Selatan, untuk merayakan Natal bersama keluarga. Pagi itu kami berjejak di situs cagar budaya Rante Karassik, tak jauh dari rumahnya. Lokasi situs leluhur warga Toraja itu berada di Kampung Pao, Lembang Rinding Batu, Kecamatan Kesu’, Toraja Utara.
Kami menyaksikan sehamparan tanah di kaki bukit yang berhias menhir-menhir dari batu gunung. Sebaran menhir itu tak jauh dari lakian, menara bergaya khas rumah tradisi Toraja sebagai tempat jenazah disemayamkan sebelum dibawa ke permakaman. Dalam budaya Toraja, menhir-menhir berfungsi sebagai penanda pelaksanaan upacara adat dengan mengikatkan kerbau di batu tegak itu. “Menhir,” ungkap Olyvia, “dalam bahasa Toraja disebut simbuang.”
“Itu punya keluarga Siambe’ Pong Maramba,” ungkap Olyvia menjelaskan menhir terbesar dan tertinggi di situs Rante Karassik. “Tongkonannya dari Buntu Pune. Dia salah satu bangsawan Toraja yang terkenal, kepala kampung, dan pahlawan Toraja.” Maramba wafat pada 1916 dan upacara permakamannya digelar pada 1920, ungkapnya.
“Banyaknya simbuang di satu rante—tempat digelarnya upacara,” ungkap Olyvia, “menunjukkan penanda berapa kali upacara diadakan, status sosial yang meninggal dan berapa jumlah kerbau yang dipotong saat upacara.” Menurutnya, ada upacara khusus untuk memilih batu yang akan digunakan sebagai simbuang.
“Banyaknya simbuang di satu rante—tempat digelarnya upacara menunjukkan penanda berapa kali upacara diadakan, status sosial yang meninggal dan berapa jumlah kerbau yang dipotong saat upacara.”
Hingga saat ini keluarga besar Pong Maramba dari Tongkonan Bunte Pune masih menggunakan menhir di Rante Karassik. Masyarakat Toraja juga masih mengenang Maramba sebagai salah satu bangsawan yang bersahabat baik dengan Loosdrecht, misionaris Belanda pada awal abad ke-20. Sayangnya sedikit literatur yang berkisah tentang sosok Maramba.
Belakangan, Olyvia mengungkapkan kepada saya bahwa sosok pahlawan Toraja itu sejatinya merupakan leluhurnya. “Di akte kelahiran, saya pakai nama salah satu keturunan Pong Maramba.”
Ketika saya mendesak Olyvia untuk mengungkapkan nama tengahnya, dia berkata sembari berkelakar, “Jangan tulis nama panjang saya ya, itu hanya untuk KTP.”
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR