Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang sejak Minggu (28/12) kemarin melibatkan sejumlah armada canggih Nusantara. Dari sekian armada itu, salah satunya adalah Kapal Baruna Jaya IV.
Seperti apa sosok kapal milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu? Apa keunggulannya dibanding kapal biasa dan bagaimana bisa berfungsi untuk membantu mencari pesawat hilang?
Baruna Jaya adalah kapal rancangan CMN, Cherbourgh, Perancis. Kapal berukuran lebar 12,10 meter itu diluncurkan pada tahun 1989 dan sejatinya berfungsi sebagai kapal riset dan bisa melaju dengan kecepatan 8 knot.
Baruna Jaya mampu menampung total 45 orang. Kapal ini memiliki mesin utama berupa dua buah Niigata SEMT Pielstick 5PA5L dengan daya masing-masing 1.100 HP-50 RPM. Sebagai mesin pembantu, ada sebuah diesel generator Baudouin berdaya 270 HP, 1.500 RPM.
Sebagai navigasi, Baruna Jaya IV memiliki Radar ARPA X Band Furuno, GPS, dan AIS. Untuk komunikasinya, kapal yang punya nama panggilan "PLIQ" ini menggunakan SSB, GMDSS A3, B-gan, dan Irridium.
Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT, Ridwan Djamaluddin, mengatakan bahwa dalam pencarian AirAsia QZ8501, instrumen yang berperan adalah echo sounder.
"Ada dua (instrumen) yang akan kita bawa nanti. Pertama yang untuk kedalaman hingga 2.500 meter dan kedua untuk kedalaman 200 meter," kata Ridwan, Senin (29/12/2014).
Instrumen echo sounder akan mengirimkan sinyal suara ke dasar lautan hingga kedalaman sesuai kapasitasnya. Prinsip kerja instrumen itu mirip dengan meminta seseorang berteriak lalu kita mendengarkan gema dari teriakan tersebut.
Begitu dikirim, sinyal suara akan bergerak dengan kecepatan sekitar 1.500 meter per detik. Sinyal akan bergerak hingga dasar laut, kemudian memantul lagi dan bergerak menuju penerimanya di kapal.
Secara umum, echo sounder bisa berguna untuk memetakan dasar lautan. Kedalaman laut bisa diperkirakan dengan rumus sederhana dalam pelajaran fisika di sekolah menengah, yaitu jarak: kecepatan x waktu.
Bila yang digunakan adalah multi beam echo sounder, maka dasar lautan dalam cakupan yang luas bisa dipetakan. Data bisa diolah untuk menghasilkan citra dari dasar lautan yang sedang diteliti.
Dalam kasus pencarian QZ8501, apabila gelombang suara menyentuh sebuah obyek logam, maka gelombang itu akan memantul. Pantulan gelombang diterima oleh kapal. Dari data itu, bisa diperkirakan kedalaman obyek yang dideteksi.
Data yang diterima kemudian dapat dikonversi dalam bentuk citra. Sebuah obyek kemudian akan bisa diidentifikasi, pesawat, puing pesawat, atau obyek lain. Dengan demikian, belum tentu setiap data yang diterima Baruna Jaya merujuk pada QZ8501.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR