Berlatar belakang peneliti bencana tsunami Aceh dan tinggal di Aceh saat melakukan riset, dua peneliti asal Jepang mengembangkan dua aplikasi seputar negeri Serambi Mekah tersebut.
Dr. Yamamoto Hiroyuki dan Dr. Nishi Yoshimi membuat aplikasi waspada bencana dan wisata virtual tsunami Aceh dan aplikasi untuk menjejaki sejarah masa lalu.
Kedua aplikasi yang berbasiskan sistem operasi Android tersebut diberi nama Aceh Tsunami Mobile Museum (ATMM) dan Menjejaki Kenangan (Memory Hunting).
Yamamoto dan Nishi adalah dua doktor dari Jepang yang tergabung dalam Center for Integrated Area Studies (CIAS), Universitas Kyoto, Jepang.
Aplikasi ATMM yang dikembangkan bersama-sama dengan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Universitas Syiah Kuala, Aceh merupakan aplikasi yang ditujukan sebagai pendidikan siaga bencana dan wisata Tsunami Aceh.
Dengan menggunakan teknologi augmented reality (AR), ATMM menyajikan perubahan dan perkembangan kota Banda Aceh dan sekitarnya pasca-Tsunami dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
“Kami merekam tiap perkembangan di Aceh selama 10 tahun terakhir,” kata Nishi saat ditemui Kompas.com di Jakarta.
Dia juga menambahkan bahwa aplikasi tersebut dapat dijadikan sebagai pemandu wisata virtual bagi yang ingin mencari informasi seputar bencana Tsunami di dalam museum-museum Tsunami yang ada di Aceh serta foto keadaan beberapa landmark Aceh pasca-Tsunami dalam kurun waktu 10 tahun.
Sebagai pemimpin tim riset, Yamamoto juga mengatakan hal yang senada. Dia berharap dengan adanya aplikasi ini dapat berbagi pengetahuan tentang bencana kepada siapa pun.
“Untuk mengurangi korban bencana alam yang akan datang dengan senantiasa memperingatkan bencana alam yang dahsyat dan mewariskan pengalaman serta pengetahuan bencana alam kepada siapa pun,” jelas Yamamoto melalui surel pada Kompas.com.
Menjejaki kenangan
Begitu juga dengan aplikasi Menjejaki Kenangan (Memory Hunting), merupakan satu kesatuan proyek yang dikembangkan CIAS dan TDMRC.
Aplikasi Menjejaki Kenangan ini selain dikembangkan oleh Yamamoto dan Nishi, pada tahapan pembangunan teknologi aplikasi juga ditangani oleh Dr. Kitamoto dari National Institute of Informatics (NII), Jepang.
Di aplikasi ini, pengguna (masyarakat) dapat berkontribusi dan mengunggah foto hasil tangkapan mereka untuk memperkaya konten di dalamnya, meski fitur yang disediakan masih sederhana. Sebagai pengembang aplikasi dari sisi teknologi, Kitamoto berharap semua orang dapat mengembangkan aplikasi ini.
“Peluang kontribusi masyarakat akan diperluas secara bertahap, ujung-ujungnya diharapkan siapa pun boleh membangun proyek baru (misalnya proyek gambar/foto Jakarta) sebagai proyek terdaftar di Memory Hunting dan orang tersebut dapat mengelola proyek tersebut, memilih pengikutnya dan memilih gambarnya,” katanya.
Setiap konten yang berasal dari masyarakat tentunya harus melalui seleksi oleh sang pengembang. Hal ini dimaksudkan agar setiap foto yang masuk sesuai dengan konteks dan konten yang ditayangkan.
“Sejauh ini belum terwujud dan perlu beberapa proses lagi, namun kita berniat menyediakan tim editor yang memilih konten yang berasal dari masyarakat,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, untuk sementara waktu, masyarakat hanya dapat berbagi foto dan penjelasannya (caption), belum sampai tahapan dimana masyarakat dapat melengkapi konten dalam bentuk teks atau tulisan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR