Populasi mamut diketahui awalnya selamat dari akhir Zaman Es terbaru di kantong-kantong kecil di lepas pantai Siberia dan Alaska -di Pulau Wrangel dan Pulau St Paul. Tetapi penelitian baru menemukan bahwa mereka sebenarnya hidup lebih lama di tempat lain juga dan keturunan mamut di kedua pulau itu terkait erat meskipun secara geografis terpisah.
Para penulis juga mengurutkan DNA dari 1.500 tanaman Arktik untuk pertama kalinya untuk dapat menarik kesimpulan yang signifikan secara global ini.
"Zaman Es terakhir berakhir 12.000 tahun yang lalu ketika gletser mulai mencair dan jangkauan kawanan mamut berkurang," kata Dr. Yucheng Wang, seorang peneliti di Departemen Zoologi di Cambridge University.
Menurutnya, diperkirakan bahwa mamut mulai punah saat itu, tetapi peneliti juga menemukan bahwa mamut benar-benar bertahan di luar Zaman Es di berbagai wilayah Arktik dan hingga Holosen—waktu yang kita jalani saat ini—jauh lebih lama daripada yang disadari para ilmuwan sebelumnya.
Baca Juga: Perubahan Iklim Penyebab Punahnya Mamut, Kungkang, dan Megafauna Lain
"Kami memperbesar detail rumit dari DNA lingkungan dan memetakan penyebaran populasi mamalia ini dan menunjukkan bagaimana itu menjadi lebih kecil dan lebih kecil dan keragaman genetik mereka juga semakin kecil, yang membuat mereka semakin sulit untuk bertahan hidup," katanya.
Dan ketika iklim menjadi lebih basah, ia melanjutkan, es mulai mencair dan itu menyebabkan pembentukan danau, sungai, dan rawa-rawa. Ekosistem berubah dan biomassa vegetasi berkurang dan tidak akan mampu menopang kawanan mamut.
"Kami telah menunjukkan bahwa perubahan iklim, khususnya curah hujan, secara langsung mendorong perubahan vegetasi berdasarkan permodelan yang kami lakukan," jelasnya.
Baca Juga: Arkeolog Temukan ‘Rumah’ Zaman Es yang Tersusun dari Tulang 60 Mamut
Source | : | Nature,Cambridge University Press |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR