Dunia kuliner sedang mengalami pergeseran tren. Dari pengamatan Akhyaruddin, Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Even Kementerian Pariwisata Indonesia, pamor fine dining atau jamuan formal dewasa ini sedang meredup. Penyebabnya adalah makanan pinggir jalan atau jajanan (street food) yang kian menjamur.
Dalam perjalanannya mempromosikan kuliner Nusantara di seluruh dunia, Akhyaruddin mengamati ada kecenderungan sudut kota-kota besar dunia semakin dipenuhi oleh pedagang street food.
"Pemandangan ini sangat kentara sewaktu saya ke New York City dan London. Yang menarik, para pedagang umumnya berasal dari Tiongkok dan Arab, yang notabenenya adalah negara-negara di Asia," ujarnya dalam diskusi "Peluang dan Tantangan Kuliner Nusantara untuk Masuki Peta Kuliner Dunia" yang digelar Kecap Bango di Restoran Oasis, Jakarta, Kamis (5/3/2015).
Melihat kenyataan itu, menurut Akhyaruddin, kuliner Nusantara memiliki peluang besar untuk mendunia. Hal ini mengingat masakan Indonesia identik dengan jajanan yang dijual di pinggir jalan.
"Namun sayang, Indonesia belum mampu menyajikan street food sesuai cara mereka," katanya. Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand, dalam hal penyajian hidangan ala street food.
Street food yang identik dengan makanan rakyat biasa bagaimana pun akan selalu diminati oleh semua orang, termasuk kaum elite. Sejarah bahkan sudah membuktikannya.
Di kesempatan yang sama, Sejarawan JJ Rizal mengungkapkan, kebiasaan kaum bangsawan menikmati makanan rakyat jelata sudah terlacak sejak abad kuno.
Dalam prasasti Gondosuli dari abad 9, disebutkan tentang pindang, gulay-gulayan, hasem-haseman, yang adalah makanan bagi rakyat, yang kala itu disebut kera, sepulang perang.
Prasasti tersebut juga menyebutkan makanan para raja, di antaranya tuaksiddhu, badawang, asu tugel, dan talawah.
“Menariknya, makanan rakyat biasa seperti pindang, hingga kini masih eksis. Sebaliknya, makanan para raja malah punah,” ungkap pria yang sempat mencalonkan diri sebagai wali kota Depok itu.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR