NASA bersiap meluncurkan satelit AS pertama yang akan mengamati siklus air Bumi pada Kamis (29/1).
Satelit bernama Soil Moisture Active Passive (SMAP) itu akan membantu para ilmuwan melakukan prediksi lebih baik atas cuaca, perubahan iklim, banjir dan kekeringan. Instrumen baru tersebut akan bergabung dengan empat lainnya dalam periode 12-bulan yang paling sibuk dari badan antariksa AS itu dalam lebih dari 10 tahun terakhir.
"Bahwa beberapa satelit akan siap terbang secara kurang lebih bersamaan adalah peristiwa yang sangat luar biasa," ujar ilmuwan ahli Bumi di NASA, Tom Wagner.
"Perlu waktu lama untuk membangun satelit. Sekali meluncur ke antariksa, sulit untuk memperbaikinya. Jadi sebuah satelit memerlukan waktu tiga sampai enam tahun untuk dibuat."
Instrumen-instrumen yang naik ke orbit dalam setahun terakhir fokus pada sistem-sistem pendukung kehidupan yang vital di Bumi dan respon mereka terhadap suhu planet yang memanas. Secara total armada NASA yang digunakan untuk mengamati Bumi berisi 18 instrumen.
Yang pertama kali diluncurkan, Februari lalu adalah misi Global Precipitation Measurement (GPM) atau pengukuran curah hujan global. "Alat ini akan dapat mengukur berapa banyak salju di atmosfer. Hal itu akan meningkatkan pemahaman kita mengenai curah hujan," ujar Wagner.
GPM disusul oleh Orbiting Carbon Observatory atau OCO-2, yang mengukur bagaimana karbon bergerak melewati atmosfer. Wagner mengatakan hal ini penting mengingat CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil dari pembangkit listrik, gedung dan sektor transportasi merupakan pendorong utama pemanasan global.
"Kita perlu tahu dari mana itu berasal, tapi kita juga perlu tahu ke mana karbon itu pergi. Apakah diserap oleh laut? Dilepaskan di lelehan di Artik? Dan kita juga ingin mengetahui ke mana arah planet ini dalam 50 atau 100 tahun, hal itu merupakan jenis-jenis proses yang kita perlu pahami," ujarnya.
NASA juga mengirim dua satelit ke Stasiun Antariksa Internasional (ISS), yang untuk pertama kalinya digunakan sebagai pusat penempatan peralatan pengamatan Bumi. Karena dibawa sebagai kargo ke stasiun antariksa tersebut, NASA tidak memerlukan roket-roket terpisah untuk memasangnya, sehingga menghemat uang.
Meski ISS memiliki keterbatasan karena mengorbit sekitar garis khatulistiwa dan tidak melewati kutub-kutub, Wagner mengatakan, "Kita dapat melihat nya sedikit."
Dikirim ke ISS pada September, RapidScat mengukur seberapa cepat angin bergerak di atas permukaan laut, memberikan data yang dapat meningkatkan model-model iklim dan prediksi cuaca.
Instrumen lain -- Cloud-Aerosol Transport System (CATS) -- tiba di stasiun antariksa awal Januari. CATS akan membuat pengukuran kritis dari awan dan aerosol, dua variabel perubahan iklim yang paling sulit diukur dan diprediksi.
Wagner mengatakan satelit-satelit baru ini melakukan pemeriksaan yang diperlukan atas sistem-sistem vital planet ini.
"Fakta sederhana adalah bahwa Bumi itu terhubungkan seluruhnya. Jika ingin memahaminya, kita perlu membuat pengukuran di seluruh tempat, setiap waktu, untuk mendapatkan gambaran keseluruhan mengenai apa yang terjadi," ujarnya.
Wagner mengatakan satelit-satelit adalah salah satu cara terbaik untuk melakukannya.
Informasi dari satelit-satelit itu bermanfaat bagi peramal cuaca dan memberikan informasi mengenai model-model iklim. Data-data itu juga membantu petani dan pengelola sektor kelautan dan daratan untuk menanggapi masalah-masalah di dunia yang semakin panas.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR