"Indonesia akan mengalami tingkat kenaikan suhu dan penurunan curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya," tulis para peneliti yang di pimpin Alice R. Jones dari The Environment Institute and School of Biological Sciences di University of Adelaide, Australia.
Perubahan iklim yang tidak ditekan dapat "mengarah ke musim kemarau yang berkepanjangan dengan peningkatan frekuensi dan penurunan kelembaban tanah.". Studi itu memodelkan perubahan iklim yang menyebabkan panas dapat membuat komodo punah pada 2050.
Kabar kebakaran di areal Taman Nasional Komodo sempat terjadi pula pada Agustus 2018, ketika lingkungan kering. Kebakaran itu terjadi diduga karena kelaialain wisatawan yang mengunjungi Gili Lawa—yang meski bukan habitat untuk kawanan komodo.
Kebakaran lainnya di habitat komodo baru terjadi pada Agustus 2020 di Kawasan Cagar Alam Wae Wuul, atau berada di luar lingkungan Taman Nasional Komodo. Kebakaran itu menghanguskan 17 hektar lahan cagar alam, termasuk kawasan sabana.
Baca Juga: Singkap Musik Beghu yang Sakral dan Tersembunyi di Pedalaman Flores
Kemudian sebelum yang terbaru, pada 7 dan 8 Agustus lalu lagi-lagi kebakaran menghanguskan Taman Nasional Komodo di Laju Pemali, Pulau Komodo. Kendati demikian, belum jelas faktor penyebabnya.
"Transformasi vegetasi ini kemungkinan akan berdampak negatif pada komodo dengan mengubah habitat dan ketersediaan mangsa yang berdampak pada kelangsungan hidup dan reproduksi," lanjut para peneliti.
Ancaman lainnya, sebagaimana yang diungkap para peneliti dalam laporan National Geographic Indonesia sebelumnya, adalah permukaan air laut yang akan semakin naik. Ketika permukaan aair laut semakin naik, habitat terpadat komodo diperkirakan akan tergenang, dan mempengaruhi keberlangsungan mereka.
Para peneliti memperkirakan permukaan air laut akan makin, naik dan menggenangi lembah dataran rendah yang menyebabkan rusaknya habitat terpadat komodo.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR