Saya yakin bahwa sebagian besar dari kita akrab dengan beragam jenis kuliner yang bernama bakso, bakmi, bakpao, bakpia, bakwan, dan bakcang. Mungkin tak banyak dari kita yang menyadari bahwa jenis makanan yang memiliki kata ‘bak’ didepannya merupakan kuliner khas orang-orang Han.
Keturunan orang Han yang berada di Nusantara memiliki leluhur yang datang secara bergelombang di kawasan kepulauan ini. Mereka berasal dari Tiongkok Tenggara, orang-orang Hokkian. Jejak persentuhan budaya Han dan budaya lokal masih bisa kita temukan dalam berbagai budaya, salah satunya kudapan.
Mari kita mulai dari kata ‘bak’ yang berarti daging. Kata ‘bak’ berasal dari kata rou dalam bahasa Mandarin, yang disebut ‘bak’ dalam Bahasa Hokkian. Pada masa lampau, jenis daging yang digunakan adalah daging babi yang juga dikenal daging B-2, zhurou ‘tibak’ dalam bahasa Hokkian.
Bakso, kuliner jenis ini adalah daging halus yang dicampur bumbu dan tepung tapioka, dibentuk bulat-bulat dan direbus. Bakso banyak dijadikan pelengkap hidangan seperti menu mi bakso, capcay, dan sebagainya.
Jika kita selisik, “bakso” berasal dari dua karakter rousu, orang Hokkian menyebutnya dengan “bakso”. Kata “so” dalam beberapa referensi kamus berarti makanan yang terdiri atas campuran tepung, bumbu dan minyak, dapat juga berarti makanan remah dan tidak padat. Demikian pula dengan kata “bakmi” yang berasal dari kata roumian, orang Hokkian menyebutnya dengan “bakmi”—hidangan mi dengan tambahan daging.
Bakwan rupanya juga merupakan kuliner yang asal katanya berasal dari koleksi kata bahasa Hokkian, yakni rouwan. Kata “wan” artinya bulat kecil, sehingga bakwan merupakan makanan daging bulat kecil. Saat ini bakwan merupakan campuran sayur, terigu, bumbu yang digoreng dan diberi variasi udang sebagai topping-nya.
Tampaknya telah terjadi pergeseran makna akibat perubahan zaman. Tak hanya bakwan, bakpia pun telah bermetamorfosa.
Bakpia pada awalnya merupakan pia dengan isi daging, namun saat ini bakpia yang kita kenal lebih banyak berisi kacang hijau atau kacang merah. Bahkan di daerah sentra bakpia di Yogyakarta, kudapan ini memiliki isian aneka rasa.
Bakpia berasal dari kata rouping. “Pia” merupakan jenis makanan terbuat dari tepung—biasanya disebut biskuit—namun ada juga referensi kamus yang menyebutkan “pia” merupakan makanan dari tepung berbentuk pipih bulat dipanggang atau dikukus.
Bakpao, makanan serupa roti putih terbuat dari tepung tangmian, diisi daging atau unti kacang hijau merupakan penganan khas masyarakat Tiongkok. Bakpao berasal dari kata roubao. “Bak” adalah daging dan “pao” adalah bungkus—daging yang dibungkus adonan tepung.
Jenis kuliner populer yang menggunakan kata “bak” yang juga terkenal adalah bakcang. Kudapan ini terkenal menjadi penganan wajib pada perayaan Pehcun. Bakcang, demikian orang Hokkian menyebut kedapan ini, berasal dari kata rouzong. “Cang” merupakan ketan yang dibungkus daun bambu, berbentuk kerucut dan direbus sehingga bakcang adalah jenis kuliner ketan berisi daging dibungkus daun bambu.
Ragam kuliner tadi merupakan kudapan khas Negeri Tirai Bambu yang dikenalkan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia. Dalam perjalanannya, aneka jenis kudapan tersebut dimodifikasi untuk memenuhi selera warga setempat. Pencipta kreasi dan penjual aneka santapan ini pun berasal dari beragam etnis.
Kudapan khas Tionghoa ini telah menjadi bagian dari khazanah kuliner Indonesia. Penggunaan bahan lokal, tehnik pengolahan yang lebih mudah, dan rasa asimilasi yang mewah pun merupakan nilai tambah dari jenis kudapan ini.
Kita tidak perlu khawatir untuk menikmati hidangan yang berawal dengan kata “bak” karena kudapan ini sudah diolah dengan aneka bahan yang disesuaikan dengan penyantap di Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Selamat menikmati!
Penulis | : | |
Editor | : | Silvita Agmasari |
KOMENTAR