Mensiasati rambut berbau tak sedap atau tak percaya diri ketika harus bertemu orang, terkadang dilakukan cara pintas dengan menyemprotkan parfum ke permukaan rambut. Bukan hanya itu, nyatanya, kebiasaan menyemprotkan parfum ke rambut ini dilihat sebagai peluang oleh beberapa produsen produk perawatan rambut untuk menciptakan inovasi terbaru, yaitu parfum khusus rambut.
Padahal pada kenyataanya, parfum rambut hanya menimbulkan masalah baru bukannya menyelesaikan masalah. Vivi Tri Andari, selaku Research and Development PT Unilever Indonesia, Tbk, saat ditemui di restoran Blue Jasmine, Jakarta pada acara Dove Hair Treatment, memberikan suatu analogi. "Seperti orang yang belum mandi, tapi hanya menyemprotkan parfum. Hanya menempel pada permukaan saja, namun masalah sebenarnya tak teratasi dengan baik. Contoh lainnya, bau badan yang hanya dipakaikan cologne atau body spray. Harusnya, bisa melakukan ritual mandi dan setelahnya mengenakan deodoran dengan kandungan anti bakteri," jelasnya.
Lebih lanjut, Vivi menjelaskan, "Kalau rambut sudah terasa kotor, mulai dari rasa gatal, agak lepek di pangkal rambut, dan mulai mengeluarkan bau tak sedap, kuncinya, segeralah untuk membilas rambut dengan keramas. Parfum rambut hanyalah artifisial yang sifatnya tidak berlangsung lama dan alami. Secara tidak langsung, parfum rambut tidak memiliki fungsi sama sekali," tambah Vivi. Vivi menjelaskan juga bahwa penimbunan minyak dan kotoran di kulit kepala, tetap bisa berkembang dan menjadi masalah seperti bau dan gatal, yang akhirnya berujung pada masalah serius seperti ketombe. Jadi, daripada mengandalkan pengharum rambut, luangkan waktu rutin untuk keramas.
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR