Indonesia menempati peringkat kelima dunia negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia. Jika tak ditangani dengan benar, dalam jangka panjang, proses tumbuh kembang bayi prematur itu akan terganggu. Akibatnya, kualitas manusia Indonesia masa depan terancam.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth menyebutkan, secara global 15 juta bayi lahir prematur tiap tahun. Lebih dari satu juta bayi meninggal karena komplikasi akibat lahir prematur. Bayi yang hidup selamat pun banyak yang mengalami gangguan kognitif, penglihatan, dan pendengaran.
Menurut laporan itu juga, tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara dengan bayi prematur terbanyak di dunia (675.700 bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria (773.600 bayi), dan Pakistan (748.100 bayi).
Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi, Senin (27/4), saat dihubungi dari Jakarta, memaparkan, 50 persen bayi prematur lahir dari ibu yang masih remaja. Padahal, di usia remaja, fisik dan otak seseorang masih tumbuh sehingga butuh asupan nutrisi yang baik.
Pada usia 10-18 tahun, fisik dan otak tumbuh pesat. Kemudian, di usia 18-25 tahun, fisik dan otak tetap berkembang meski tak sepesat periode sebelumnya. Pada masa ini, asupan nutrisi yang baik amat diperlukan.
Apabila di usia remaja seseorang sudah hamil, ia akan berebut nutrisi dengan janin yang dikandungnya. Keduanya menjadi tidak mendapatkan asupan nutrisi yang sesuai kebutuhan.
"Bayi prematur rentan terkena infeksi dan gangguan pernapasan. Bayi prematur yang hidup, jika tak ditangani dengan benar, berisiko cacat seumur hidup, pertumbuhan tak sempurna, dan ada kelainan pembentukan jaringan tubuh," tuturnya.
Kematian bayi
Sebelumnya, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, Rinawati Rohsiswatmo, menyatakan, kelahiran prematur meningkatkan risiko kematian pada bayi baru lahir. Itu disampaikan dalam acara Media Edukasi, di Yogyakarta, Sabtu (25/4), yang diselenggarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Indonesian Pediatric Society Daerah Istimewa Yogyakarta.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rinawati menyatakan, 44 persen kematian bayi di dunia pada 2012 terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (masa neonatal). Penyebab terbesar (37 persen) ialah kelahiran prematur. Prematur menjadi penyebab kematian kedua tersering pada balita setelah pneumonia.
Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran hidup bayi kurang dari usia kehamilan 37 minggu. "Di RSCM yang menjadi pusat rujukan nasional, jumlah kematian bayi prematur 42,44 persen pada 2013. Dari jumlah itu, kematian terkait berat badan lahir rendah (BBLR) 37,5 persen," ujarnya.
Rinawati yang juga pengajar di Divisi Neonatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menambahkan, salah satu penyebab kematian balita ialah kurangnya pengetahuan cara menangani bayi prematur atau BBLR. Perawatan neonatal satu jam pertama amat penting, terutama untuk menurunkan komplikasi neonatal.
Bayi prematur yang tidak dirawat dengan benar dan kurang asupan nutrisi berisiko mengalami lemah mental dan tingkat kecerdasan rendah. "Penanganan dan pemberian nutrisi yang baik pada bayi prematur akan membuat bayi prematur sehat dan cerdas. Jangan sampai prematur menjadi ancaman masa depan generasi bangsa," ujar Rinawati.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR