Tingginya harga satwa langka Indonesia ternyata memicu keberanian masyarakat untuk melakukan aksi kejahatan lingkungan. Penyelundupan Kakatua Jambul Kuning hanyalah sebagian kecil dari seluruh kasus yang tercatat lima tahun terakhir. Trenggiling, gading gajah, kura-kura moncong babi, lutung, owa, orangutan tak luput menjadi target sasaran para pemburu liar untuk memenuhi permintaan pasar negara konsumen. Ditambah lagi dengan lemahnya penegakan hukum yang tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Sembari menanti perubahan UU. No 5 Tahun 1990, beberapa upaya yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai implementasi dari PP No. 7 Tahun 1999 telah dilakukan. Hingga saat ini kementrian masih menggandeng masyarakat, organisasi lingkungan hidup, dan pemerintah daerah untuk melakukan perlindungan habitat alami. “Berbagai program diselenggarakan untuk mengedukasi masyarakat, seperti Masyarakat Mitra Polhut (Polisi Hutan) dan Wildlife Patrols Unit untuk mengawasi pergerakan badak, gajah, dan harimau.” jelas Indra Exploitasia, Direktur Investigasi dan Perlindungan Hutan Kementrian Kehutanan.
Selain memperbaiki sitem perlindungan dalam negeri, Kementrian juga mengadakan kerjasama internasional. Menurut Indra, menutup pasar perdagangan adalah hal utama yang harus segera dilakukan. Upaya ini dimulai dari mengedukasi negara-negara konsumen, salah satunya adalah Vietnam, “Sekarang kita sudah bekerjasama dengan Vietnam, karena kemarin di sana terungkap kasus penyelundupan trenggiling hingga puluhan ton. Dan importirnya sudah ditangkap.” jelas Indra Exploitasia.
Seluruh akses perdagangan tak luput dari perhatian badan penyidik, hingga saat ini Kementrian LHK telah bekerjasama dengan bea cukai untuk memperketat proses pengiriman. Begitu juga pengawasan lebih di pelabuhan-pelabuhan ilegal seperti yang tersebar di Riau.
Penulis | : | |
Editor | : | Faras Handayani |
KOMENTAR