Bagaimana rasanya menjadi \'istri teroris\'? Sebuah novel kontroversial yang ditulis Abidah el Khalieqy mencoba mengangkat sudut pandang perempuan dalam isu terorisme.
Abidah el Khaleqy kepada BBC Indonesia mengatakan novel berjudul \'Akulah Istri Teroris\' pada intinya ingin mengangkat stigma negatif yang diterima para istri yang suaminya ditangkap karena dugaan terorisme.
Novel dikerjakan berdasarkan banyak referensi, termasuk melakukan wawancara langsung dengan keluarga terduga teroris di Poso, Sulawesi Tengah.
Abidah mengatakan para istri yang menggunakan jubah besar hitam dan bercadar misalnya, mendapat \'penghakiman\' oleh masyarakat setelah suami ditangkap dan diduga sebagai bagian dari kelompok teror.
"Tetangga, guru di sekolah anaknya, di pasar, ke mana pun, mereka seakan-akan \'ditelanjangi\' (dihakimi) dan dikatai segala macam. Dan itu dialami setiap hari. Teror itu tidak ada habisnya untuk mereka, untuk anak-anaknya."
Dia mengatakan beberapa istri bahkan tidak tahu bahwa suaminya terlibat kelompok ekstremis dan baru menyadarinya saat suami \'diambil oleh aparat\'.
Namun, di sisi lain dia juga mengakui bahwa terkadang para istri juga tidak terbuka dalam bersosialisasi, atau cenderung tertutup dalam pergaulan sosial.
Lomba mirip \'istri teroris\'
Diskusi buku \'Akulah Istri Teroris\' di Depok terpaksa dibatalkan pada Minggu (31/6) setelah adanya protes keras atas \'lomba kostum mirip istri teroris\' yang disisipkan dalam acara itu.
Lomba dinilai tidak sensitif dan justru mendangkalkan persoalan dengan mengaitkan perempuan bercadar sebagai istri teroris.
Dalam selebaran, peserta lomba diminta memakai jilbab dan bercadar saat hadir dalam diskusi, serta bersedia difoto oleh panitia.
Intelektual Muda Islam Mohamad Guntur Romli melalui akun Twitter @GunRomli mengatakan, "Yang jahat adalah teroris, yakni tindakan-tindakannya yang merusak, bukan istrinya, bukan anak-anaknya, apalagi busananya."
Lomba akhirnya dibatalkan dan pihak penyelenggara meminta maaf karena kekeliruannya, menurut sejumlah laporan.
"Saya baru tahu lomba itu sehari sebelum acara. Mungkin kontroversi terjadi karena lomba itu, kemudian orang yang memang belum baca isinya mengkaitkan lomba dengan isi bukunya," kata Abidah el Khalieqy.
Abidah mengatakan terpanggil untuk menulis topik yang kontroversial ini karena menilai bahwa isu perempuan dalam terorisme tidak pernah disentuh dalam karya sastra di Indonesia. "Saya pikir sastra di Indonesia perlu diisi dengan ruang yang belum pernah kita kuak," kata penulis buku Perempuan Berkalung Sorban dan Mahabbah Rindu itu.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR