Temuan yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences mengidentifikasi keberadaan rute kimia baru yang bersumber dari gula tebu serta beberapa bahan ampas tebu yang disebut bagasse. Gabungan komponen itu kemudian bisa diolah menjadi bahan bakar dan pelumas pesawat jet.
Menurut salah seorang peneliti, Alexis Bell dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat, pembuatan bahan bakar ramah lingkungan itu sangat rumit mengingat bahan bakar pesawat punya beragam kriteria ketat.
"Yang pertama adalah tidak boleh ada kandungan oksigen, karena jumlah oksigen dalam jumlah berapapun akan mengurangi kepadatan energi. Lalu karena ruang yang tersedia pesawat terbang sangat minimal maka Anda pasti ingin mengemasi energi sebanyak mungkin dalam bentuk bahan bakar," kata Bell kepada BBC.
Menurutnya bahan bakar harus memiliki distribusi titik didih yang tepat dan harus memiliki sifat yang disebut pelumasan, yang berarti tidak menyebabkan keausan berlebihan pada komponen turbin.
Bahan bakar juga harus memiliki titik tuang yang sangat rendah, yang berarti suhu ketika bahan bakar menjadi seperti gelatin dan tidak lagi mengalir. Ketika berada di stratosfer, dan suhu sekitar pesawat diantara -40 derajat celsius dan –50 derajat celcius, tentunya tidak ingin bahan bakar berubah menjadi gel.
Dia menambahkan, "Apa yang telah kami kembangkan memenuhi semua kriteria tersebut."
Pencarian bahan bakar bio untuk pesawat terbang muncul pada akhir tahun 2000an ketika sejumlah penerbangan menggunakan campuran bahan bakar tradisional dan bahan bakar dari tanaman.
Pada Februari 2008, penerbangan komersil pertama yang sebagian menggunakan biofuel (diperoleh dari campuran kelapa dan kacang babassu) lepas landas dari bandara Heathrow di London.
Setelah ditinjau oleh perancang pesawat terbang, produsen mesin, dan produsen bahan bakar, penggunaan biofuel untuk pesawat komersil diijinkan pada 2011.
Bell mengatakan kelompoknya berharap temuan mereka akan kemudian digunakan oleh produsen bahan bakar pesawat komersial.
!break!
Walau bahan bakar bio sangat penting untuk mengurangi ketergantungan dunia pada minyak bumi dan membantu mengurangi perubahan iklim, perlawanan muncul dari berbagai kelompok lingkungan hidup yang berargumen permintaan global untuk bahan bakar bio akan mengancam produksi makanan.
Bell mengakui bahwa bila sejumlah tanaman makanan digunakan untuk diekstrak gulanya, itu akan menjadi masalah.
Penulis | : | |
Editor | : | Ajeng |
KOMENTAR