Aplikasi-aplikasi kesehatan dan medis telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka mencatat kebugaran, memberikan indikator kesehatan yang berguna, dan bahkan menciptakan peluang perawatan kesehatan di negara-negara berkembang.
Namun di balik janji-janji tersebut, aplikasi-aplikasi yang tidak teregulasi menimbulkan kekhawatiran mengenai keselamatan dan keamanan data pasien.
Meski aplikasi-aplikasi kesehatan dan medis dapat berguna, Kevin Pho, MD, salah satu penulis "Establishing, Managing, and Protecting Your Online Reputation: A Social Media Guide for Physicians and Medical Practices" menyarankan konsumen untuk berhati-hati.
"Seringkali aplikasi-aplikasi itu tidak diatur oleh badan ilmiah; dan pembuat aplikasi kesehatan terkadang tidak memiliki keahlian medis untuk mendukung klaim-klaim mereka," ujarnya dalam wawancara lewat email.
Dalam beberapa kasus, aplikasi-aplikasi yang memamerkan fitur-fitur diagnostik ternyata menipu.
"Lembaga IMS untuk Informatika Perawatan Kesehatan menemukan bahwa kurang dari 25 persen aplikasi memberikan informasi medis yang sah," ujar Pho.
"Aplikasi-aplikasi yang mengklaim bisa mendiagnosa, seperti misalnya diagnosa kanker kulit, ternyata tidak melacak kanker tersebut 30 persen dari seluruh diagnosa."
Ia mengatakan aplikasi-aplikasi yang disahkan dan direkomendasikan oleh dokter biasanya aman. Tapi ia menyarankan para pasien untuk bekerjasama dengan para dokter mereka "untuk menjamin keamanan dan kemanjuran aplikasi kesehatan yang mereka gunakan."
!break!Hal itu juga bergantung untuk apa aplikasi digunakan, ujar Morgan Reed, direktur eksekutif ACT | The App Association, dalam sebuah wawancara. Para dokter biasanya bersemangat melihat pasien-pasien mereka menjaga kesehatan lebih baik, jika memang itu kegunaan aplikasi tersebut.
Aplikasi yang memberikan informasi medis yang harus ditindaklanjuti seharusnya dikonsultasikan dulu dengan dokter dan diregulasi, ujar Eric Topol, MD, direktur Scripps Translational Science Institute dan Chief Academic Officer, Scripps Health. “Harus ada pengawasan,” ujarnya.
Aplikasi-aplikasi medis ada yang sudah digunakan oleh beberapa rumah sakit. Aplikasi-aplikasi ini juga memberikan pilihan di wilayah-wilayah yang kurang memiliki sistem perawatan kesehatan, atau di daerah-daerah terpencil yang kekurangan tenaga dokter.
Informasi yang diberikan aplikasi-aplikasi tersebut juga memungkinkan daerah-daerah ini mendapatkan obat yang sama dengan yang ada di dunia.
Namun informasi-informasi ini juga merupakan pedang bermata dua, terutama ketika teknologi seluler telah mendahului undang-undang perlindungan konsumen. Dan privasi serta keamanan informasi pasien merupakan kekhawatiran utama bagi Topol.
"Itu masalah utama sekarang, karena tidak ada perlindungan data. Dan data itu bisa digunakan oleh orang lain tanpa tahu darimana datangnya," ujarnya.
Topol, Pho dan Reed sepakat bahwa perlindungan diperlukan, terutama karena banyak aplikasi menggunakan informasi pribadi pasien untuk mendapatkan uang.
Mereka menyarankan pengguna meneliti aplikasi-aplikasi mereka sebelum menggunakannya untuk melihat apa yang akan dilakukan dengan data yang terkumpul.
Pho meminta para pasien berhati-hati mengungkapkan informasi pribadi dalam aplikasi kesehatan dan mempertimbangkan risiko-risiko keamanan dunia maya.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Penulis | : | |
Editor | : | Aris |
KOMENTAR