Namun pertanyaan yang belum terjawab ialah, mengapa korban paling banyak muncul di Karachi? Padahal suhu di atas 40 derajat celsius mempengaruhi sebagian besar Provinsi Sindh dan Balochistan.
Apakah karena itu terjadi pada bulan Ramadan ketika banyak penduduk berpuasa? Atau apakah karena pemutusan listrik yang berkepanjangan dan kelangkaan air yang memperburuk keadaan? Pihak-pihak lain pun menuduh polusi dan perubahan iklim sebagai alasan utama cuaca ekstrem tersebut.
!break!Gabungan semua faktor
Jawabannya tidak sepenuhnya jelas. Pihak berwenang berkeras bahwa efek gabungan semua faktor itulah yang menyebabkan timbulnya ratusan korban.
Yang paling parah terpengaruh adalah mereka yang lemah dan rentan, sejumlah besar di antaranya orang lanjut usia dan banyak dari mereka dalam kondisi tidak sehat.
"Saya pernah melalui banyak musim panas di Karachi, namun musim ini membawa panas mencekik yang belum pernah saya alami sebelumnya," kata Shareef Ali, seorang penduduk berusia 65 tahun dari kawasan berpenghasilan rendah di Baldia Town, yang istrinya menjadi korban gelombang panas.
"Saat itu sulit untuk bernapas, seperti udara tidak mengandung oksigen."
Yang jelas adalah kebanyakan orang, termasuk pihak berwenang, tidak menyadari efek mematikan gelombang panas itu. Departemen meteorologi Pakistan dikecam karena gagal memprediksi bencana itu atau mengeluarkan peringatan.
Tim medis di sejumlah rumah sakit pemerintah kewalahan dan kesulitan menanganinya.
"Kami biasa melihat kekacauan, namun skala musibah ini terlalu besar," kata Dr Seemi Jamali, yang berada di garis depan penanganan krisis di Rumah Sakit Jinnah di Karachi.
Dengan ribuan warga marah dan putus asa di luar rumah sakit itu, situasi bisa berubah menjadi ganas, katanya.
"Bila militer tidak datang membantu memulihkan keadaan, kami tidak mungkin bisa membantu ribuan pasien gelombang panas."
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR