Satu rombongan yang berisikan empat wisatawan mancanegara tampak keluar dari salah satu gang kecil yang ada di kawasan Sosrowijayan Yogyakarta. Para wisatawan asing tersebut tidaklah hanya sekadar berkeliling di kawasan tersebut, mereka bermalam di satu penginapan di daerah Sosrowijayan.
Andrew (27), satu di antara wisatawan tersebut mengatakan, sengaja memilih kawasan Sosrowijayan untuk menginap karena alasan harga yang murah dan dekat dengan pusat kota Yogyakarta.
"Saya tahu wilayah ini menyediakan akomodasi murah dari teman yang dulu pernah datang kemari," ungkap wisatawan asal Belanda tersebut.
Dengan biaya menginap sekitar 10 dolar AS per malam, dirinya merasa puas dengan fasiltas yang ada. Selain harga yang murah keberadaan cafe, restoran, tempat penyewaan kendaraan juga menjadi pertimbangannya.
Bagi masyarakat Yogyakarta, kawasan Sosrowijayan selama ini lebih dikenal karena bisnis prostitusi. Padahal tidak semua wilayah Sosrowijayan menjadi tempat para penjaja cinta.
Wilayah RW 02 Sosrowijayan Wetan yang terdiri dari delapan RT merupakan wilayah Sosrowijayan yang menjadi salah satu surga bagi para backpaker baik mancanegara maupun dalam negeri. Di kawasan yang masuk wilayah kelurahan Sosromenduran tersebut terdapat puluhan losmen yang siap menyediakan akomodasi bagi para backpacker.
Ketua RW 02 Sosrowijayan, Ipung Purwandari mengatakan, setidaknya ada 80 penginapan yang ada di wilayahnya. Penginapan-penginapan tersebut sebagian besar dikelola sendiri oleh warganya.
"Kebanyakan masyarakat memanfaatkan rumah mereka menjadi penginapan bagi wisatawan yang mencari penginapan murah," ungkap perempuan yang akrab disapa Bu Ipung tersebut.
Ia bercerita, usaha penginapan di kampungnya mulai ada sejak tahun 80-an.
Awalnya masyarakat menyewakan kamar yang mereka miliki hanya untuk sekadar menambah pemasukan.!break!
Sejak saat itu semakin banyak wisatawan, khususnya wisatawan asing yang datang ke Sosrowijayan Wetan, sehingga kampung tersebut dikenal menjadi kampung internasional. Karena banyaknya kunjungan wisatawan asing ke daerah tersebut, tak sedikit warga wilayah ini mendapatkan pasangan hidup warga negara asing.
Kebanyakan wisatawan asing yang datang di Sosrowijayan Wetan berasal dari Australia, Belanda, Jerman, dan beberapa negara Eropa lainya. "Sekarang juga sudah banyak wisatawan domestik yang datang ke wilayah kami," ujar Ipung.
Karena menyasar para backpacker, harga penginapan yang ditawarkan cukup murah, mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 300 ribu tergantung fasilitas yang disediakan.
Ipung menegaskan, walaupun daerahnya bersebelahan dengan gang tiga yang merupakan kawasan prostitusi, pihaknya menjamin wilayahnya bebas dari kegiatan prostitusi.
Sementara itu Gandhi (58), salah satu warga gang dua Sosrowijayan Wetan mengatakan, dirinya telah sejak tahun 1980 menggeluti usaha penginapan. Ia merupakan salah satu warga yang mengawali usaha penginapan di kawasan tersebut.
"Saat itu harga sewa kamar masih Rp 7.500, saat ini harga kamar yang saya punya telah sampai Rp 150 ribu per malam," ungkap pemilik Tiffa Losmen tersebut.
Saat ini dirinya memiliki sembilan kamar yang disewakan. Selain menyewakan kamar, Gandhi juga melayani jasa penyewaan motor, tour agent, dan loundry. Hingga saat ini wisatawan mancanegara masih menjadi tamu utama bagi losmennya.
Keberadaan hotel yang akhir-akhir ini semakin marak di Yogyakarta, tidak terlalu berpengaruh terhadap usahanya. Menurutnya pasar yang disasar hotel berbeda dari pasar yang selama ini menggunakan jasanya.
"Yang datang ke sini mereka para backpacker yang selalu mencari penginapan murah. Mereka tidak akan mencari hotel-hotel yang sekarang banyak berdiri," kata Gandhi. Meski demikian Gandhi berharap semakin banyak atraksi kebudayaan dan tradisi untuk menarik jumlah wisatawan, khususnya asing. Dia mencontohkan di Bali yang setiap hari ada pertunjukan tari dan kesenian tradisional lainnya, dan itu mampu menarik banyak wisatawan luar negeri.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR