Shalat tarawih dan witir 23 rakaat baru saja ditunaikan para jemaah di Masjid Jami Al-Falah di Pulau Kelapa, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Kamis (2/7) malam. Sontak anak-anak langsung berlarian mengerubungi salah satu pintu ruangan di sudut masjid itu. Seorang pria dewasa segera menyuruh mereka berbaris.
Sejumlah pengurus masjid kemudian membagi-bagikan bingkisan berisi ketupat dan sayur kepada anak-anak yang sudah rapi berbaris. Mereka yang sudah menerima bingkisan ketupat pulang ke rumah masing-masing dengan wajah ceria.
Ya, ketupat, yang di daerah lain baru muncul saat Lebaran, disajikan lebih awal di Pulau Kelapa dan kalangan masyarakat pulau lain di Kepulauan Seribu. ”Ini namanya tradisi Qunutan, untuk menandai pertengahan puasa dan menyambut malam Nuzulul Quran,” tutur Sahido (74), kepala marbot Masjid Al-Falah, seusai mengawasi pembagian bingkisan tersebut.
Kamis itu bertepatan dengan tanggal 15 Ramadhan, saat umat Islam sudah separuh jalan menjalankan kewajiban puasa Ramadhan sebulan penuh. Nuzulul Quran sendiri jatuh dua hari setelah itu, yakni tanggal 17 Ramadhan.
Disebut tradisi Qunutan karena malam itu juga menandai malam pertama pembacaan doa qunut di setiap rakaat terakhir shalat witir. Sejak malam itu sampai malam terakhir Ramadhan, doa qunut akan selalu dibaca.
Sahido, pria asli Bugis yang sudah menetap di Pulau Kelapa selama 50 tahun, mengatakan, tradisi Qunutan itu sudah ada sejak dulu, sejak ia pertama kali menginjakkan kaki di pulau itu. Menurut dia, tradisi itu juga dijalankan masyarakat ”orang pulo” di seluruh Kepulauan Seribu.
Meski demikian, ada sedikit perbedaan pada waktu pelaksanaannya. Di Pulau Harapan, yang disambungkan jembatan alam kecil dengan Pulau Kelapa, Qunutan dilakukan setelah shalat magrib, bukan setelah shalat isya dan tarawih.
Di Masjid Al Hidayah, Pulau Harapan, warga sudah berbondong-bondong ke masjid begitu selesai berbuka puasa. Usai shalat magrib berjemaah, mereka berebutan meletakkan bingkisan ketupat dan sayur di lantai teras masjid untuk minta didoakan ustaz yang dituakan. Usai berdoa, mereka saling bertukar bingkisan dalam keakraban warga khas orang pulo.
”Kami sempat berpikir untuk melakukannya usai shalat magrib, tetapi setelah dipikirkan kembali waktunya terlalu sempit. Akhirnya kami putuskan melaksanakannya usai shalat tarawih,” tutur Sahido.
Memasak sendiri
Menurut Saufa (49), pengurus lain Masjid Al-Falah, makanan yang dibagi-bagikan itu dimasak sendiri oleh warga. Setiap warga biasanya memasak sekitar lima buah ketupat dan sayur kentang atau labu.
Paket ketupat sayur itu kemudian dibawa ke masjid atau mushala terdekat dengan rumah mereka. Sejak sebelum magrib hari itu, tampak ibu-ibu membawa mangkuk berisi sayur dan seikat ketupat ke masjid dan mushala-mushala.
Meski ketupat sudah dimunculkan sebelum Idul Fitri tiba, ada perbedaan antara hidangan ketupat saat Qunutan dan Lebaran. ”Sayur yang dimasak saat Qunutan tak ada dagingnya karena daging harus dibeli dari daratan, jadi mahal. Dagingnya nanti baru dikeluarin saat Lebaran, ha-ha-ha,” imbuh Sahido.
Suasana Ramadhan memang begitu terasa di pulau seluas 13,09 hektar itu. Tak heran, mengingat 100 persen dari 6.241 jiwa penduduk pulau itu (Mei 2015) beragama Islam. Usai shalat tarawih, misalnya, lantunan ayat-ayat suci Alquran dari para peserta tadarus mengalun dari hampir semua masjid dan musala hingga menjelang waktu makan sahur.
Kegiatan wisata yang biasanya marak setiap akhir pekan terlihat jauh berkurang di saat Ramadhan. Bahkan, sebagian pemilik penginapan rumahan (homestay) di Pulau Kelapa dan Harapan menutup layanan mereka sepanjang bulan puasa ini.
”Biasanya saya sewakan dua kamar di rumah untuk para wisatawan setiap Sabtu-Minggu. Tetapi, selama bulan puasa ini saya tutup dulu,” ujar H Sofyan (62).
Meski demikian, bukan berarti aktivitas wisata berhenti sama sekali. Penjelajahan Kompas di sejumlah pulau wisata, Sabtu (4/7)-Minggu (5/7) lalu, menunjukkan aktivitas wisata masih ada meski jumlah wisatawan tak seperti di luar bulan Ramadhan.
Bahkan, sejumlah penyedia paket wisata ke Kepulauan Seribu menawarkan paket khusus bulan Ramadhan kepada para wisatawan yang berpuasa. ”Waktu wisata dan saat makan kita atur sesuai kebutuhan orang berpuasa,” ujar Ferdinalsyah dari Simpink Travel.
Hari-hari ini pula, warga pulau mulai menanti sanak saudara dan kerabat yang akan pulang dari perantauan. Husein (32), awak KM Sena Express yang melayani penyeberangan rakyat dari Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, ke Pulau Kelapa, mengatakan, para pemudik akan mulai ramai pada H-10 Lebaran. ”Kapal bisa diisi 400 orang kalau sudah begitu. Orang-orang sampai duduk di atap kapal,” ujar warga asli Pulau Kelapa itu, Kamis lalu.
Ketupat, ibadah Ramadhan, geliat wisata, dan mudik saling berkelindan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kepulauan Seribu masa kini.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR