Warga Muslim di Kamboja mengaku bebas menjalankan ibadah dan mendirikan masjid di lingkungan mereka, perempuan pun bisa memakai jilbab di sekolah.
El Boravy, warga Kamboja lulusan Fakultas Kedokteran UGM mengatakan para siswa sekolah diizinkan menggunakan jilbab sejak beberapa tahun yang lalu.
"Pemerintah memberi kita hak untuk menjalankan kepercayaan sendiri, sekarang anak sekolah sudah bisa pakai jilbab di sekolah, dulu \'kan tidak," jelas El Boravy yang berasal dari etnis Cham.
Sejak dua tahun terakhir ini, Perdana Menteri Hun Sen menggelar buka puasa dengan umat Muslim pada bulan Ramadan, dan meresmikan masjid.
Kondisi ini sangat jauh berbeda di masa rezim Pol Pot yang memimpin Partai Komunis Kamboja. Ketika itu umat beragama di negara ini tidak boleh menjalankan ibadah. Tempat ibadah dihancurkan, termasuk kuil dan masjid.
Bahkan sebagian dijadikan kandang babi, sementara umat Muslim dipaksa memakan babi.
Direktur Jenderal Majelis Tertinggi Pimpinan Umat Islam Kamboja atau Mufti Kamboja Sos Kamry, yang ketika itu berusia 25 tahun, mengaku sempat ditahan dan dipaksa mengikuti kemauan pengikut Pol Pot.
"Kita makan daging kucing, anjing dan babi, ya makan seperti itu, kadang-kadang tidak diberi makan, kadang harus makan agar tidak lapar saja, masjid dan kuil serta patung-patung dan sekolah dihancurkan, kitab suci dibakar," jelas SOS Kamry.
Di masa itu, diperkirakan 95 ribu orang Islam tewas dieksekusi, kelaparan dan penyakit, dari populasi Umat Islam yang mencapai 250 ribu orang. Menurut SOS Kamry, dia dibebaskan pada tahun 1979 di akhir rezim Pol Pot yang dikalahkan invasi Vietnam ke Kamboja.
Setelah rejim Khmer Merah berakhir, Umat Islam di Kamboja perlahan bebas menjalankan ibadah. Masjid-masjid kembali dibangun dengan dana bantuan dari negara-negara Islam.
Makanan halal sulit
Menurut El Boravy kesulitan yang dihadapi sebagai Muslim di Kamboja sama dengan minoritas Muslim di negara lain, yaitu tak mudah mencari makanan halal.
"Di sini makanan yang tidak bebas seperti di Indonesia, di restoran dan hotel tak semua makanan halal, jadi susah. Biasanya kita siapkan dari rumah, seperti untuk dibawa ke sekolah anak," jelas dia.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR