Saya memerhatikan dedaunan yang menempel di batang-batang itu. Jumlahnya tak banyak, namun saya merasakan tebalnya sama seperti ketika saya meraba daun telinga, tebal tapi dingin dan kaku. Jenis-jenis seperti ini memang merupakan penciri khusus dari tipe vegetasi sub-alpin, dimana daun secara biologis berfungsi memasak makanan sekaligus menguapkan air. Dengan daun kecil dan tebal, tumbuhan sejenis ini telah memaksa air terperangkap di dalamnya dan tidak banyak menguap ke udara.
Menjelajah vegetasi sub-alpin, tutupan vegetasi semakin lama akan semakin berkurang. Pohon perdu yang tumbuh di zona awal tergantikan dengan perdu yang lebih rendah. Lumut juga demikian, semakin lama akan semakin berkurang. Tapi bila diperhatikan, warna warni dedaunan yang menutupi perdu itu justru tampak lebih indah ketimbang bunga-bungan yang selama ini kita kenal.
Kantung semar saya temukan menyelinap diantara semak perdu di pertengahan pendakian antara shelter 1 dengan shelter 2. Para pendaki yang bertemu saya di sepanjang perjalanan, maupun di tempat kami menginap di ketinggian 3.351 mdpl, tak banyak yang bertemu dengan jenis tumbuhan ini. Kantung semar tersuruk menyamar diantara rimbun dedaunan yang didominasi warna hijau dan merah.
Sesungguhnya tumbuhan karnivora ini merupakan daun yang berubah fungsi menjadi penyerap makanan. Bentuknya lonjong dengan katup bergerigi di ujungnya. Di dalam kantung, tersedia cairan yang berbau unik sebagai penarik serangga. Dalam pencarian saya, tumbuhan unik ini teryata memiliki 130 spesies dan penyebarannya luas di Indo China hingga utara Australia dan Selandia Baru. Bahkan ada diantara jenis ini yang sanggup mencerna anak kodok di kantungnya.
!break!Saya masih menyisakan letih pada pendakian hari kedua saat seekor burung dari keluarga sturnidae berjingkrak di jalur pendakian. Burung ini sesungguhnya bukan burung tanah karena sayapnya cukup kuat menopang tubuhnya ketika terbang. Tapi kesenyapan jalur pendakian itu telah membuat jenis ini berani turun ke tanah. Jenis ini memakan serangga serta biji-bijian.
Burung-burung lain juga jamak beterbangan. Vegetasi montana (antara 1.500 – 2.500 mdpl) yang berada di bawah shelter 2 merupakan rumah yang sangat ideal bagi kehidupan mereka. Jenis makanan tersedia dalam jumlah besar, ditambah lagi pemangsa yang hanya datang sesekali. Sering langkah saya terhenti di tanjakan hanya untuk berkejaran dengan mereka, tapi sayang lensa kamera yang saya bawa tidak cukup panjang untuk menjangkaunya.
Andai saja para penyuka pengamatan burung berkemah cukup panjang di wilayah vegetasi montana ini, tentulah mereka sangat dimanjakan. Pemandu di Gunung Kerinci, Lihun yang berjalan bersama saya kerap berhenti hanya sekedar mengingatkan jika dia melihat burung atau spesies menarik lainnya. Tapi sayang, kadang dia hanya mampu menunjukkan tanpa bisa menerangkan.
Pemandu ini patut belajar tentang berbagai jenis satwa dan tumbuhan di sepanjang jalur pendakian. Dengan pengetahuannya itu, Lihun tentunya akan menjadi pemandu idola bagi para pendaki. Balai TNKS punya pekerjaan rumah yang tidak sedikit jika ingin memajukan wisata petualangan di kawasannya.
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR