Kerusakan alam di Dataran Tinggi Dieng dapat menurunkan minat wisatawan berkunjung ke salah satu destinasi wisata alam dan budaya andalan Jawa Tengah itu. Keselarasan antara manusia dan alam menjadi hal penting agar kekayaan budaya dan tradisi di Dieng dapat terus dilestarikan.
Hal itu dikatakan Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno, Sabtu (1/8/2015), di sela-sela penyelenggaraan Festival Budaya Dieng Ke-6 di kompleks Candi Arjuna, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jateng. Festival itu digelar dari Jumat hingga Minggu (2/8/2015) dengan tema ”Culture for Harmony”.
”Kawasan Dieng memiliki panorama yang indah, berikut ragam fenomena alam telaga dan kawah vulkanik yang bertebaran di sekitar Dataran Tinggi Dieng. Keindahan alam ini seperti surga yang tersembunyi di bumi Jawa. Semuanya harus dijaga jika ingin tempat ini selalu menarik bagi wisatawan,” katanya.
Salah satu penyebab degradasi lahan adalah penanaman kentang yang tidak sesuai kaidah konservasi. Selain tak menanam pohon penguat di sekitar lahannya, petani kentang juga mulai memanfaatkan tanah dengan kemiringan hingga 50 persen. Penggunaan pestisida dan kotoran hewan secara berlebihan juga memperparah erosi.
Kerusakan kawasan di Dataran Tinggi Dieng akibat penebangan hutan untuk lahan kentang. Tanah yang tergerus erosi di Dieng lebih dari 180 ton per hektar per tahun. Dengan luas lahan 55.000 hektar, erosi tanah mencapai 9,9 juta ton per tahun.
Menurut Kabul Budiyono, anggota Kelompok Tani Dieng Perkasa yang giat mengampanyekan penanaman ramah lingkungan, sudah sejak 10 tahun terakhir volume air di Telaga Merdada selalu surut drastis setiap musim kemarau. Padahal, sebelumnya telaga itu tak pernah mengering.
Menurut dia, di sekitar Telaga Merdada pada medio 1980-an banyak pohon kayu yang jadi resapan air. Saat ini, semuanya jadi lahan kentang. ”Wajar kalau Dieng jadi langganan longsor dan daerah di bawahnya, seperti Wonosobo yang sering dilanda banjir,” katanya.
Menata Dieng
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, dirinya ingin menata kembali kawasan Dieng. ”Kawasan Dieng harus dihijaukan kembali. Mungkin butuh dana Rp 100 miliar,” katanya.
Ia mengatakan, infrastruktur Dieng akan dibenahi agar bisa dijual kepada wisatawan mancanegara. Ganjar berharap petani kentang mengurangi penggunaan bukit yang mulai gundul.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa Alif Faozi mengatakan, Dieng memiliki warisan kebudayaan yang tinggi. Peninggalan sejarah berupa ragam candi berikut artefak yang ada menunjukkan Dieng pada masa lalu adalah pusat peradaban kebudayaan.
Sebagai pusat peradaban masa lalu, leluhur Dieng meninggalkan warisan kebudayaan berikut nilai yang dibangun sebagai aturan tatanan kehidupan. ”Warisan leluhur tidak akan bermakna jika generasi penerus tak bisa menjaga dan merawatnya,” ujar Alif.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR