Nationalgeographic.co.id—Di dekat perairan Danau Biwa kita dapat menemukan Mariko Kitamura dan suaminya Atsushi di toko Kitashina di kota kecil Takashima, Jepang. Toko ini sudah 18 generasi membuat sushi sejak Kitashina dibuka pada 1619.
Biasanya kita akan melihat koki mengikis sisik ikan dengan pisau, melepaskan insangnya, lalu mengeluarkan jeroannya. Tapi selanjutnya Kitashina memperlihatkan hal tak terduga. Mereka mengemas ikan dengan garam, melapisinya dalam bak kayu, menimbang tutupnya dengan 30 kg batu dan membiarkannya terjaga selama dua tahun. Setiap ikan kemudian dicuci bersih, dikeringkan di bawah sinar matahari selamah sehari dan difermentasi selama satu tahun sebelum siap disantap.
Ini bukan jenis sushi yang mudah didapatkan. Ini adalah pendahulu dari sushi (sushi asli) yang disebut narezushi (sushi yang difermentasi). Keluarga Kitamura telah membuatnya selama 18 generasi, sejak Kitashina dibuka pada 1619 di sudut terpencil prefektur Shiga. Toko berusia berabad-abad ini adalah salah satu segelintir tempat yang tersisa di Jepang dan dunia di mana kita bisa mengalami bagaimana rasanya sushi asli.
Narezushi berusia ribuan tahun dan menelusuri akarnya kembali ke Tiongkok, di mana metode pengawetan garam dan fermentasi ikan air tawar yang hidup di sawah dikembangbiakkan untuk disimpan yang lama saat penangkapan musiman. Hal ini diyakini telah tiba di Jepang, tepatnya di ibu kota kuno, Nara sekitar abad ke-8. Narezushi adalah sumber protein yang umum dikonsimsi. Orang akan makan beberapa potong dengan nasi yang difermentasi. Mereka akan memasukkan sepotong itu ke dalam air panas untuk membuat teh obat. Dan mereka menikmatinya sebagai kelezatan dengan sake di meja keluarga bangsawan dan samurai.
Halaman berikutnya...
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | Fikri Muhammad |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR