Pasar Tebet Barat dan Timur akan jadi ruang seni para seniman dari Jerman dan Indonesia pada bulan November mendatang. Kegiatan ini merupakan bagian dari acara Jerman Fest 2015. Lima seniman Jerman dan lima seniman Indonesia akan memamerkan karya seni mereka di kedua pasar Tebet ini.
"Kalau pasar Minggu dan pasar Senen sudah sering dipakai, Jatinegara juga, kita cari pasar yang baru," jelas Leonhart Bartolomeus, kurator Ruang Rupa (RURU) Gallery saat konferensi pers Jerman Fest 2015 di Goethe House, Rabu (2/9/2015).
Menurut Barto, pasar sengaja dipilih agar ada "ketegangan" antara seniman dengan masyarakat. Ketegangan yang dimaksud adalah interaksi antara seniman dengan mereka yang menjalankan pasar. Selain itu, hal ini juga menunjukan bahwa seni bukan hal yang eksklusif melainkan menjadi bagain dari hidup sehari-hari.
"Kita enggak mau pakai ruang publik yang sifatnya netral seperti taman. Di Jerman orang sudah mengerti seni. Dia berkarya, dia letakan di taman, orang menikmati. Di Indonesia belum bisa, kita mau dekatkan seni ke kehidupan sehari-hari," ujar Barto.
Selain itu melalui pasar, para seniman juga ditantang untuk membuat karya yang memiliki kedekatan dengan publik. Seniman harus pandai berinteraksi agar orang-orang di pasar bersedia menjadikan wilayahnya sebagai karya seni, bersedia menjaga karya tersebut, bahkan terlibat langsung dalam pebuatannya.
Lima seniman Jerman yang akan berkarya nanti adalah mahasiswa seni dari Frankfurt. Sedangkan lima seniman di Indonesia adalah Angga Cipta, Popo, Maharani Mancanegara, Putri Ayu, dan Rofi. Kelimanya diakui Barto merupakan seniman yang terbiasa berkarya di ruang publik atau bekerja bersama orang lain seperti masyarakat di kawasan pasar.
Sayangnya dari sepuluh seniman ini belum ada yang melakukan kolaborasi karya. Seniman Jerman dan Indonesia masih membuat karya masing-masing. Meski demikian Barto mengaku kolaborasi tetap terjadi di ranah konsep dan ide.
"Seniman Indonesia mengajarkan proses interaksi mereka dengan masyarakat dan bisa memberi saran karya apa yang cocok dibuat di Indonesia. Sementara seniman Jerman biasa memberikan saran perihal konsep atau ide pada seniman Indonesia," terangnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR