18 tahun sudah peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di berbagai wilayah hijau terus berulang. Setiap tahunya sekitar 800,000 hektar hutan di Indonesia lenyap. Selain pembabatan, kebakaran hutan juga menjadi faktor utama yang menggerogoti hutan. Perubahan iklim yang menyebabkan kemarau tak lekas berlalu adalah musibah yang harus dihadapi, tetapi ulah tangan manusia menjadi satu ancaman besar yang harus segera dihentikan.
Greenpeace Indonesia sebagai salah satu organisasi lingkungan turut melakukan pemantauan aktivitas kehutanan secara langsung. Menilik pengalaman Teguh Suryo Juru Kampanye Hutan Greenpeace ketika melaksanakan investigasi di Kalimantan, ia mengaku banyak menemukan kejanggalan. “Api menyambar, kebakaran terjadi selama dua jam dan tidak satu pun petugas yang bertindak,” jelasnya.
Pemantauan ini membutuhkan data tata kelola kehutanan yang dimiliki oleh pemerintah. Namun, pada 21 September lalu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menolak untuk memberikan seluruh data tersebut dalam format shapefile. “Dengan format shapefile kita bisa mengetahui seluruh aktivitas kehutanan secara detil. Nggak cukup dengan JPEG saja,” tukas Teguh.
Penolakan tersebut disertai oleh pernyataan bahwa sifat dokumen tersebut adalah rahasia dan tertutup. Sedangkan dalam UU No. 14 Tahun 2008 yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik, tercantum beberapa pasal yang merangkum bahwa memperoleh informasi merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik.
Bersenjatakan Undang-Undang tersebut, Greenpeace mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar bersikap transparan. Aksi ini dikemas dalam kampanye #KepoItuBaik yang dimulai pada Senin (29/9), bertepatan dengan Hari Hak untuk Tahu Sedunia. Kampanye ini merupakan ajakan bagi publik untuk turut mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan transparan. “Kita wajib bantu negara dengan melakukan pemantauan sekaligus komitmen Presiden dalam membuat peta tunggal yang dijadikan rujukan untuk seluruh institusi,” ujar Longgena Ginting Kepala Greenpeace Indonesia.
Penandatanganan petisi ini diawali oleh group band Boomerang, Ballads of The Cliche, dan DJ Ninda Felina. “Kalau pemerintah transparan soal data kehutanan artinya mereka setuju dengan pemberantasan korupsi. Ayolah, bukan waktunya main tutup-tutupan. Saatnya kita kepo dengan apa yang sedang terjadi,” tukas Andi Babas vokalis Boomerang.
Sebelumnya pada tahun 2012, KLHK membuka seluruh data kelola kehutanan dalam format shapefile kepada publik. “Kalau tahun ini memang tidak ada apa-apa seharusnya mereka berani membuka dong?” tutup Teguh.
Penulis | : | |
Editor | : | Faras Handayani |
KOMENTAR