Rabu malam lalu, ratusan warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berbondong-bondong memadati Keben Keraton Yogyakarta. Mereka akan mengikuti tradisi “Tapa Bisu Lampah Mubeng Benteng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat”.
Tradisi yang telah dilaksanakan secara turun temurun tersebut sudah ada sejak Sri Sultan Hamengku Buwono II untuk menyambut Malam Satu Suro.
Ritual setahun sekali ini bertujuan sebagai bentuk introspeksi dalam rangka pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa, supaya mendapatkan perlindungan dan keselamatan.
Acara ritual topo bisu mubeng beteng diawali dengan lantunan tembang macapat oleh para abdi dalem yang dalam setiap lirik kidung tersebut berisi doa doa serta pengharapan bertempat di Keben Keraton Yogyakarta.
Dilansir dari Kompas.com, ketua panitia, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Gondo Hadiningrat mengatakan bahwa tradisi ini merupakan prosesi yang dimaknai sebagai bentuk perenungan diri berupa tirakat atau lelaku. Sekaligus berdoa untuk Yogyakarta maupun Indonesia ke depan yang lebih baik. "Dimaknai sebagai instropeksi diri dan berdoa, baik diri sendiri maupun untuk sesama, Yogyakarta dan Indonesia. Jadi arti luasnya dari Yogyakarta untuk NKRI," ucapnya.
Sebagai bentuk perenungan dan introspeksi diri, selama tirakat atau lelaku mengelilingi benteng, masyarakat dilarang berbicara, minum, ataupun merokok. Perjalanan berlangsung dalam keheningan total sebagai simbol keprihatinan sekaligus evaluasi terhadap segala perilaku dan perbuatan selama setahun terakhir.!break!
Jarak yang akan ditempuh dalam ritual topo bisu mubeng beteng ini diperkirakan mencapai 4 km. Rute prosesi arak-arakan berawal dari Bangsal Pancaniti, melewati Jalan Rotowijayan, Jalan Kauman, Jalan Agus Salim, Jalan Wahid Hasyim, Suryowijayan, Pojok Beteng Kulon, Jalan MT Haryono, Pojok Beteng Wetan, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Ibu Ruswo, dan berakhir di Alun-alun Utara.
Kaum muda, tua, pria, wanita, warga Yogyakarta maupun luar daerah ikut berpartisipasi dalam acara ini. Dilansir dari Viva.co.id, Hadiyati (60), warga Bantul mengaku baru sekali ini mengikuti prosesi topo bisu mubeng beteng. Ia bersama kerabatnya sejak petang tadi sudah tiba di Keben Keraton untuk ikut mengitari beteng.
“Sambil berdoa diberikan kesehatan, keselamatan dan berkah,” ujarnya.
Sementara itu, Purwadi (68), warga Nganjuk, Jawa Timur mengaku setiap tahun selalu mengikuti acara yang digelar di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Mulai dari Grebeg sampai dengan Mubeng Benteng Keraton.
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Purwadi menuturkan, “Selain ingin ikut melestarikan tradisi, saya juga ikut Mubeng Benteng untuk tirakat, berdoa dan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa."
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR