Sampai dengan dua puluh tahun lalu, kalau ada yang bertanya tentang planet maka tentunya yang dimaksud adalah sembilan planet di Tata Surya.
Sembilan? Yup sembilan! Kala itu, Pluto yang ditemukan pada tahun 1930, masih dikategorikan sebagai sebuah planet. Dan obyek pertama di Sabuk Kuiper juga baru ditemukan 3 tahun sebelumnya. Belum ada Sedna, Quoar, Makemake ataupun Eris si kandidat planet ke-10 yang membuat Pluto harus diklasifikasi ulang. Kala itu, Pluto adalah planet terakhir yang ditemukan pada tahun 1930.
Di tahun 1995, keberadaan planet di bintang lain masih menjadi perdebatan yang dicari pembuktiannya. Planet extrasolar atau planet yang mengorbit bintang lain justru lebih terkenal dalam cerita fiksi ilmiah tentang mimpi dan harapan manusia akan kehadiran kehidupan lain di luar Bumi.
Harapan palsu yang menjadi kenyataan
Pada akhirnya, harapan untuk menemukan planet di bintang lain menjadi kenyataan. Setelah berulang kali berhadapan dengan interpretasi yang salah dari indikasi kehadiran planet di luar Bumi, pada akhirnya kita pun bisa menemukan planet-planet di bintang lain. Tentunya hal tersebut dimungkinkan dengan perkembangan peralatan masa kini. Sampai dengan 20 Oktober 2015, tercatat kita sudah menemukan 2000 planet dan masih ada 4696 kandidat planet yang perlu dikonfirmasi keberadaannya. Perkembangan yang sangat pesat yang dimulai sejak berabad-abad lampau.
Tapi untuk bisa mencapai hasil saat ini, tentu butuh waktu panjang dan usaha yang tak kenal lelah yang melibatkan para pengamat dan astronom berbagai negara yang memang khusus mengkaji sistem keplanetan. Beberapa kali kita harus menemukan bahwa planet yang diduga ada, ternyata tidak pernah ada. Tercatat pengamatan yang menghasilkan harapan palsu itu terjadi pada sistem 70 Ophiuchi yang diamati oleh Kapten W.S. Jacob pada tahun 1855 dan Thomas J. J. See pada tahun 1890-an. Harapan palsu lainnya datang dari bintang Barnard yang diamati Peter van de Kamp selama 25 tahun sejak tahun 1938 dan dipublikasikan pada tahun 1963. Tahun 1991, Andrew Lyne mengumumkan kehadiran planet di bintang pulsar PSR 1829-10 yang kemudian ditarik kembali analisanya.!break!
Tanggal 9 Januari 1992, Alexander Wolszczan dan Dale Frail mengumumkan keberadaan dua planet yang mengorbit pulsar PSR 1257+12. Penemuan tersebut mengejutkan para astronom yang berharap untuk menemukan planet di bintang normal dan bukan di pulsar. Alexander Wolszczan dan Dale Frail menemukan planet pulsar dari pengukuran perubahan yang terjadi pada denyut pulsar, si bintang neutron yang berputar sangat cepat.
Keberadaan planet pada bintang yang sudah mati tentunya menyisakan berbagai pertanyaan. Mungkinkah sebuah planet bisa bertahan dari radiasi yang dihasilkan pulsar? Bagaimana ia terbentuk? Dan tentunya si planet berbeda dengan planet yang dikenal. Perlu diingat, satu-satunya contoh planet adalah planet di Tata Surya yang mengitari Matahari.
Ketika Michel Mayor dan Didier Queloz dari Swiss mengumumkan penemuan planet pertama di bintang 51 Pegasi yang merupakan bintang normal pada tanggal 6 Oktober 1995, para astronom menyambutnya dengan skeptisme. Lagi-lagi karena planet yang ditemukan tersebut berbeda dari planet yang kita kenal di Tata Surya.
Planet 51 Pegasi b merupakan planet gas raksasa panas dengan massa setengah massa Jupiter dan ukuran 47% lebih besar dari planet terbesar di Tata Surya itu. Planet 51 Pegasi b berada sangat dekat dengan bintang induknya sekitar 0,05 AU dan hanya butuh 4 hari untuk mengitari bintang induknya. Aneh? Tentu saja! Planet gas seharusnya terbentuk jauh dari bintang induk, seperti halnya Jupiter dan Saturnus yang berada jauh dari Matahari.
Apakah ini hanya harapan palsu lainnya? Enam hari setelah pengumuman, Geoffrey Marcy dan Paul Butler, para pemburu exoplanet dari Amerika mengkonfirmasi keberadaan planet 51 Pegasi b. Selain mengamati 51 Pegasi dan mengkonfirmasi keberadaannya, Geoffrey Marcy dan Paul Butler juga menemukan 70 dari 100 exoplanet pertama. Di antaranya adalah sistem multi planet di bintang Upsilon Andromeda, 55 Cancri b dan sistem 47 Ursa Mayoris.
Era Planet Extrasolar pun dimulai!
Michel Mayor dan Didier Queloz menjadi penemu planet pertama yang menandai era kebangkitan exoplanet. Hal tersebut dikarenakan 51 Pegasi b ditemukan pada bintang serupa Matahari yang memberi harapan baru bahwa planet serupa Bumi mungkin saja ditemukan di bintang normal lainnya. Lagi-lagi kita harus ingat bahwa contoh dari kehidupan hanya ada di Bumi sehingga kehadiran planet pada bintang serupa Matahari menjadi sangat penting sebagai langkah awal mencari Bumi yang lain. Semenjak itu, Michel Mayor dan timnya berhasil mengidentifikasi 200 exoplanet dan fokus pada pencarian planet kecil dengan spektograf HARPS (High Accuracy Radial velocity Planet Searcher) yang ia kembangkan dan dipasang di teleskop ESO di La Silla, Chile.!break!
Ledakan Planet Extrasolar
Sejak penemuan planet 51 Pegasi b di bintang 51 Pegasi yang berada di rasi Pegasus, planet di bintang lain tak lagi menjadi mimpi dari manusia. Era baru pencarian planet pun dimulai. Kini pandangan bahwa setiap bintang bisa saja memiliki planet bukan lagi pandangan tabu yang menyalahi keyakinan. Satu per satu planet di bintang lain ditemukan. Menariknya, planet-planet tersebut tidak hanya mengitari bintang serupa Matahari atau bintang katai kuning melainkan juga di bintang katai merah dan oranye yang lebih kecil dan dingin.
Pandangan bahwa bintang ganda atau sistem multi bintang tidak bisa menjadi rumah bagi planet pun harus diubah. Tercatat ditemukan planet pada bintang ganda maupun bintang berempat. Beberapa planet yang ditemukan di sistem bintang ganda adalah PSR B1620-26 yang mengitari pulsar, HD 202206 sistem planet yang mengitari bintang ganda katai kuning dan katai coklat. Juga ada Kepler 16 yang mengitari bintang katai oranye dan katai merah.
Selain bintang ganda, planet juga bisa terbentuk dan bertahan di sistem multi bintang seperti planet HD 188753 Ab yang ditemukan pada tahun 2005 sedang mengitari sistem bintang bertiga dan planet Kepler 64bdan 30 Arietis Bb yang mengitari sistem bintang berempat.
Sistem multi planet seperti halnya Tata Surya ditemukan tak lama setelah 51 Pegasi b diumumkan. Pada tahun 1999, Geoff Marcy menemukan sistem multi planet di bintang Upsilon Andromeda. Sistem tersebut diketahui memiliki 4 buah planet.
Planet Jupiter panas juga bukan satu-satunya tipe planet yang ditemukan di bintang lain. Harapan manusia untuk menemukan saudara kembar Bumi perlahan menjadi kenyataan dengan ditemukannya planet-planet seukuran Bumi maupun planet serupa Bumi di bintang-bintang lain. Tipe planet baru yang umum ditemukan dalam pencarian exoplanet selain Jupiter panas adalah planet Bumi supe. Planet Bumi super merupakan planet yang memiliki massa lebih besar dari Bumi tapi lebih kecil dari massa Uranus dan Neptunus yakni 15 dan 17 massa Bumi. Tapi planet Bumi super belum tentu memiliki komposisi kebumian aka batuan.
Harapan untuk menemukan Bumi lain atau planet serupa Bumi yang bisa memiliki air dimulai tahun 2007 ketika Stephane Udry menemukan planet Gliese 581 c yang berada di zona laik huni bintang Gliese 581. Dan semenjak saat itu tercatat ada 31 calon planet laik huni yang sudah ditemukan.
Ledakan penemuan exoplanet terjadi saat Wahana Kepler milik NASA diluncurkan pada tahun 2009. Semenjak pertama kali bertugas, Kepler sudah menemukan 1090 planet dan masih ada lebih dari 4600 kandidat planet yang sedang menanti untuk dikonfirmasi keberadaannya. Wahana Kepler secara khusus diluncurkan untuk mencari planet-planet seukuran Bumi di rasi Cygnus, Lyra dan Draco. Kehadiran Kepler di kancah perburuan exoplanet tak sekedar menambah jumlah planet-planet di bintang lain melainkan juga membuka wawasan kita akan keragaman planet. Salah satu contohnya adalah planet mega Bumi Kepler 10cyang massanya 17 massa Bumi.
Kehadiran Wahana Kepler juga menjadi tonggak penting dalam pencarian planet seukuran Bumi maupun yang serupa Bumi. Di antara planet yang ditemukan Kepler, planet Kepler 452b merupakan planet yang paling mirip Bumi. Meski bukan saudara kembar Bumi, planet ini bisa dikategorikan sebagai sepupu Bumi. Hasil pengamatan Kepler memperlihatkan kalau setiap bintang di Bima Sakti bisa menjadi rumah bagi 1 planet dan 20% bintang serupa Matahari berpotensi untuk memiliki planet laik huni serupa Bumi.
Meskipun di tahun 2013 Wahana Kepler harus mengakhiri misi resminya ketika 2 dari 4 roda reaksinya mengalami kegagalan fungsi untuk menjaga kestabilan posisi Wahana Kepler, tim Kepler di Bumi tak pernah putus asa. Mereka berhasil menemukan cara agar Kepler tetap bekerja dengan mengandalkan tekanan dari sinar Matahari untuk menjaga kestabilan pada porosnya.
Voila! Kepler pun memasuki kehidupan tahap keduanya dan masih terus menemukan planet baru.
Selain Kepler milik NASA yang memanen planet, masih ada satelit COROT milik Stasiun Luar Angkasa Perancis yang bekerjasama dengan ESA. COROT (COnvection ROtation and planetary Transits) diluncurkan pada tahun 2006 dan mengakhiri misinya pada tahun 2012. Satelit COROT merupakan yang pertama menemukan planet batuan (Corot 7b). Tercatat ada 25 planet dan 1 bintang katai coklat yang ditemukan oleh COROT dan masih ada 600 kandidat planet COROT yang harus dikonfirmasi keberadaannya.!break!
Masa Depan Perburuan Exoplanet
Perburuan exoplanet semenjak 20 tahun lalu tidak sekedar maju selangkah demi selangkah. Lompatan besar dilakukan tidak saja terjadi pada kemampuan instrumentasi yang ditempatkan di angkasa melainkan juga pada instrumentasi di Bumi yang tak lelah berburu mencari planet-planet baru. Lompatan besar dalam kurun 20 tahun membawa kita dari planet-planet di Tata Surya ke penemuan planet di bintang lain yang tak hanya satu atau dua melainkan ribuan planet.
Exoplanet tak hanya ditemukan lewat deteksi tidak langsung namun juga dapat ditemukan lewat pendeteksian langsung dan pencitraan langsung. Kemampuan instrumentasi dan teknik yang awalnya terbatas hanya untuk gas raksasa serupa Jupiter yang berada sangat dekat dengan bintang atau planet Jupiter panas terus berkembang dan membawa kita menemukan planet yang bahkan lebih kecil dari Bumi.
Perkembangan extrasolar planet yang demikian pesat selama dua dekade, menjadi indikasi harapan yang cemerlang untuk era extrasolar planet di masa depan. Dari sisi instrumentasi, NASA akan meluncurkanJames Webb Space Telescope (JWST) tahun 2016 dan Transiting Exoplanet Survey Satellite (TESS) pada tahun 2017. Di pertengahan tahun 2020, NASA akan meluncurkan misi WFIRST (Wide-Field Infrared Survey Telescope)-AFTA. TESS akan mencari exoplanet dekat yang diharapkan akan dapat dianalisa atmosfernya oleh JWST.
Misi dari Eropa juga memegang peranan penting dalam pencarian exoplanet. Teleskop GAIA milik ESA saat ini sudah mulai memetakan posisi dan gerak 1 miliar bintang di Bima Sakti. Misi ini tak bisa dipungkiri akan berakhir dengan penemuan planet-planet baru di Bima Sakti. Dan di tahun 2024, ESA akan meluncurkan Plato untuk mencari planet batuan laik huni.
Dari angkasa turun ke Bumi, mata yang akan mengawasi angkasa di Bumi juga akan bertambah. Pertengahan 2020, Giant Magellan Telescope (GMT), European Extremely Large Telescope (E-ELT) dan Thirty Meter Telescope (TMT) akan mulai beroperasi. GMT dan E-ELT akan mengawasi langit dari pegunungan Andean di Chile dan TMT dari Gunung Mauna Kea di Hawaii. Pengamatan dengan menggunakan gelombang radio juga harus diperhitungkan. Keberadaan ALMA juga akan sangat membantu dalam perburuan exoplanet. Di tahun 2014, ketika ALMA masih dalam masa uji coba, teleskop radio tersebut berhasil melihat pembentukan planet di sistem HL Tauri. Di masa depan, Square Kilometer Array juga akan berkontribusi dalam pencarian kehidupan lain di bintang lain dan menjejak kembali pembentukan planet serupa Bumi di bintang-bintang yang sedang terbentuk.
Perburuan exoplanet akan terus berlanjut dan mengejutkan peradaban manusia di Bumi dengan cerita dari planet asing yang bahkan tak bisa kita sentuh. Tapi seperti mimpi dan harapan manusia untuk menemukan planet di bintang lain. Pada masanya, perkembangan teknologi bisa saja memungkinkan manusia untuk menjelajah angkasa dan bertamu ke planet lain. Atau bahkan kita akan bisa menemukan Bumi kembar lainnya di antara bintang-bintang.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR