Hari ini, 38 tahun lalu, Masjid Istiqlal untuk pertama kali diresmikan menjadi salah satu masjid yang terbesar di dunia.
Didirikan sebagai bagian dari proyek pembangunan "mercusuar" oleh Soekarno dengan peletakan batu pertama pada 24 Agustus 1961, masjid yang berada di jantung kota Jakarta itu diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978.
Istiqlal hingga kini masih tercatat sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Mengutip arsip Harian Kompas, masjid ini berdiri di atas lahan seluas 9,32 hektar.
Kapasitasnya pun dapat menampung hingga 200.000 jemaah untuk melakukan ibadah shalat di dalamnya.
(Baca juga: Perjalanan Istiqlal, Kisah Takdir dan Toleransi)
Tidak hanya megah, Masjid Istiqlal juga merupakan perwujudan bermacam simbol. Dari nama misalnya, "Istiqlal" berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti "merdeka".
Nama ini digunakan sebagai bentuk syukur atas kemerdekaan bangsa Indonesia.
Letaknya yang berada di tengah kota juga menjadi simbol tersendiri. Simbol bahwa sebagai negara dengan mayoritas umat Islam, kemerdekaan tidak hanya harus diisi dengan pembangunan material, tapi juga pembangunan spiritual.
Selain itu, letak Istiqlal yang berdekatan dengan Istana Kepresidenan dan area Monumen Nasional juga mengikuti konsep tata letak perkotaan tradisional, terutama era kerajaan Islam di Jawa.
(Baca juga: Kisah Friedrich Silaban, Anak Pendeta yang Rancang Masjid Istiqlal)
Di masa itu, Masjid Agung memang umum berada di sebelah barat dari alun-alun yang merupakan pusat kota. Sedangkan keraton atau pusat pemerintahan berada di sebelah selatan alun-alun.
Tata letak kota secara tradisional itu masih bisa dijumpai di sejumlah kota, seperti Yogyakarta dan Cirebon.
Penempatan ini juga seperti memperlihatkan sinergi kebijaksanaan budaya tradisional dengan budaya modern yang terlihat dari gaya arsitektur karya Friedrich Silaban.
Tidak cukup sampai di situ, letak Masjid Istiqlal yang berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta juga menjadi simbol toleransi. Ini makna yang sangat penting bagi bangsa Indonesia dengan bermacam latar belakang suku, agama, dan budaya ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR