Pagi yang cerah dengan awan tipis mengantarkan kami penumpang Wings Air dari Bandara Jalaluddin Gorontalo menuju Luwuk, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Rabu 9 Maret 2016, pesawat yang membawa 70-an penumpang beserta kru, lepas landas pukul 07.15 Wita. Tak ada halangan berarti, pesawat melewati daratan dan pegunungan Gorontalo memasuki Teluk Tomini.
Lima belas menit telah lewat di atas perairan Teluk Tomini. Pesawat mengarah ke selatan. Matahari berada di jendela kiri pesawat Wings Air. Menangkap gerhana matahari dari jendela pesawat, di atas Teluk Tomini mulai terlihat dengan lengkungan tipis hitam. Kecil dan dari menit ke menit, lengkungan ini membesar. Saya mengamati piringan matahari yang mulai ditutupi bulan dengan menggunakan solar filter baader N.D 5,0 dari jendela pesawat.
Gerhana matahari pada 9 Maret terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Hanya saja, piringan matahari yang tertutup total piringan bulan hanya di beberapa daerah. Salah satunya di Luwuk. Dari tempat saya berangkat, Bandara Jalaluddin, magnitudo gerhana matahari 0,98 sampai 0,99 di Taludaa, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Durasi totalitas yang membawa saya untuk menyaksikan gerhana matahari di Luwuk.
Pukul 08.00 pramugari mengumumkan pesawat akan mendarat di Bandara Syukuran Aminuddin Amir. Perairan Selat Peling terlihat dari atas pesawat. Bandara ini terlihat sejajar dengan garis pantai dari Selat Peling.
Saat mendarat telah tiba, satu per satu penumpang melewati pintu keluar , menuruni tangga dan menginjakan kaki di landasan. Sejumlah penumpang yang membawa filter atau kacamata gerhana langsung mengarahkan pandangannya ke matahari yang sedang tergerhanai. Sebagian lagi terus berjalan ke tempat pengambilan bagasi atau pintu keluar gedung bandara.
Dengan waktu yang sangat mepet hingga terjadi gerhana matahari total, saya menunggu peralatan teleskop yang dibawa di tempat pengambilan barang. Kepada seorang petugas bandara, saya bertanya letak kantor BMKG Bubung, Luwuk dan diarahkan hanya bersebelahan dengan gedung bandara.
Di pintu masuk BMKG Luwuk hanya ada satu teleskop kecil. Teleskop ini yang digunakan untuk mengamati pergerakan gerhana. Saya memasang peralatan teleskop sendiri. Dan mulai mengamati posisi gerhana, pagi itu. Secara bergantian, staf BMKG dan masyarakat turut menyaksikan gerhana dengan menggunakan teleskop ini.
Di Kabupaten Banggai, ada dua lokasi pusat pengamatan gerhana. Pertama, di Pulau Dua Balantak dan lokasi pengamatan yang berada di Lalong. Lalong berada di pusat kota. Banyak warga setempat dan wisatawan mancanegara setempat menyaksikan gerhana matahari di Luwuk. Untuk shalat gerhana, warga setempat melaksanakan di masjid Agung dan masjid-masjid lainnya.
Saya tidak lagi ke Lalong. Bila ke Lalong hanya akan menyaksikan gerhana matahari total di perjalanan. Dari depan Kantor BMKG Bubung, saya mengarahkan teleskop ke matahari dan bulan yang hampir menutupi piringan matahari.
Untuk mengabadikan momen ini saya menggunakan kamera pada telepon genggam Asus yang diarahkan pada eyepiece. Namun, hasil jepretan kurang memuaskan . Waktu yang sangat terbatas saat tiba bandara dan menunggu peralatan di bagasi, kemudian memasang satu per satu peralatan teleskop yang membuat pemotretan menjadi tidak fokus.
Jam menunjukkan pukul 08.40 Wita. Lewat sedikit, piringan matahari sudah tertutupi piringan bulan. Inilah gerhana matahari total di Luwuk. Keselurahan langit di atas Luwuk cerah dan ceria. Petugas serta staf BMKG bersama warga yang menyaksikan gerhana matahari melepas filter atau kaca mata gerhana yang digunakan.
Mata memandang langsung dengan mata telanjang. Suasana di tempat itu mulai gelap, seperti saat menjelang terbenamnya matahari.Bulan terlihat gelap dan ada pancaran cahaya dari bulatan itu. Sungguh indah dan menakjubkan. Matahari, bulan dan bumi dari lokasi di Luwuk sejajar. Matahari, dengan lintasan bulan dan garis edar bumi pada satu posisi.
“Gerhana matahari total di Luwuk dua menit 51 detik,” kata forecaster (prakirawan) BMKG Luwuk, Ali Mustapa (39) kepada saya. Selain Ali staf BMKG yang ada saat itu, Isakandar dan Rana Nikmati.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR