Indonesia diperkirakan menghadapi cuaca yang lebih kering di beberapa wilayah yang rentan kebakaran hutan dan kabut asap bulan Maret dan April, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hari Senin (14/3).
Wilayah Indonesia dan sekitarnya menderita setiap musim kemarau akibat kabut asap dari kebakaran hutan, yang seringkali sengaja dipicu untuk membuka lahan bagi perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan.
Kebakaran terutama parah tahun 2015 karena musim kemarau yang panjang akibat pola cuaca El Nino, dengan asap menyelimuti Singapura dan Malaysia selama berminggu-minggu dan terbang sampai ke utara di Bangkok.
Bulan Oktober, para pejabat pemerintah mencari kambing hitam untuk kebakaran dan kabut asap mencekik yang merugikan negara sekitar US$16 miliar itu, dengan mengatakan bahwa BMKG gagal memprediksi tingkat keparahan fenomena cuaca El Nino.
"Riau pada bulan Maret dan April berpotensi memiliki curah hujan rendah, jadi potensi kebakaran tinggi," ujar kepala klimatologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo kepada wartawan.
"Kalimantan Timur juga perlu waspada akan kebakaran hutan."
Minggu lalu, gubernur Riau mengumumkan keadaan darurat diantara upaya-upaya untuk mencegah berulangnya kabut asap 2015.
Pejabat BMKG lain mengatakan ada kemungkinan 50 persen pola cuaca La Nina mempengaruhi Indonesia di kuartal terakhir tahun ini, yang berpotensi menyebabkan musim kemarau yang lebih basah dan musim hujan yang lebih deras.
"Biasanya komoditas-komoditas yang ambruk selama musim kering basah adalah tebu dan tembakau," ujar Nurhayati, kepala divisi prakiraan iklim pertanian.
Tanaman kopi, cokelat dan kelapa sawit kemungkinan tidak terimbas parah oleh La Nina, tambahnya, sementara musim kemarau yang lebih basah bermanfaat bagi produksi beras.
"Tahun 2010, produksi gula Indonesia jatuh sekitar sepertiga karena La Nina," ujarnya.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR