Sudah lebih dari lima tahun sejak gelombang tsunami menabrak pembangkit listrik Fukushima Daiichi dan menyebabkan krisis nuklir. Sementara 20 kilometer (12 mil) dari lokasi radiasi nuklir tetap menjadi zona eksklusi berbahaya, satwa liar di daerah itu beruntung hidup penuh kedamaian.
Sejak bencana nuklir, populasi babi hutan telah meroket, banyak masyarakat yang cemas. Empat tahun setelah bencana, penduduk memperkirakan populasi babi telah meledak dari 3.000 menjadi 13.000 ekor. Anda mungkin berpikir simbol kemakmuran dan kesuburan Jepang kuno ini akan disambut sebagai kabar bahagia, namun sebaliknya, penduduk lebih melihat kerusakan yang telah mereka sebabkan. Kerusakan ini mencapai $ 15.000.000, dan baru kerusakan pertanian lokal.
Asisten profesor ekologi, Okuda Keitokunin mengatakan kepada surat kabar Mainichi Jepang bahwa babi liar, bersama dengan rakun telah menggunakan rumah yang ditinggalkan dan bangunan kosong di zona evakuasi sebagai tempat untuk berkembang biak. Namun, kota pasca krisis nuklir ini bukan tempat yang aman untuk babi liar. Diperkirakan makanan mereka dari akar, kacang-kacangan, buah dan air semua mengandung konsentrasi radiasi yang sangat tinggi.
Hewan-hewan tidak menunjukkan tanda-tanda bahaya dari radiasi, namun sampel dari daging babi liar Fukushima telah menunjukkan mereka mengandung 300 kali jumlah aman dari unsur radioaktif cesium-137. Penelitian lain pada pohon cemara daerah menunjukkan bukti mutasi pertumbuhan.
Otoritas lokal telah menawarkan hadiah bagi para pemburu yang mampu menyisihkan babi liar ini. Namun, hewan tersebut berkembang biak begitu cepat. Kota Nihonmatsu, berada sekitar 56 kilometer (35 mil) dari pabrik Fukushima, telah menggali tiga kuburan massal yang dapat dimuati 1.800 babi.
Ledakan populasi babi liar layaknya kasus satwa liar pasca krisis Chernobyl. Sebuah studi akhir tahun lalu menunjukkan bahwa populasi rusa dan babi hutan berkembang pesat di daerah sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR