Anggota grup amal Help Refugees, Liz Clegg, sedang menghadiri sebuah konferensi di kota New York, AS, Kamis minggu lalu, ketika dia menerima sebuah SMS berisi pesan misterius.
“I ned halp darivar no stap car no oksijan in the car no signam iam in the cantenar. Iam no jokan valla,” tulis si pengirim pesan dalam bahasa Inggris yang agak sulit dimengerti.
Sebagaimana dirangkum KompasTekno dari New York Post, Minggu (10/4/2016), Clegg mengartikan pesan tersebut sebagai upaya meminta pertolongan dari seseorang yang tengah menghadapi situasi darurat.
“Saya butuh bantuan. Pengemudi tak mau berhenti. Tak ada oksigen di mobil. Saya di dalam kontainer. Saya tak bercanda, demi Tuhan,” begitu kurang lebih maksud si pengirim.
Clegg mengetahui bahwa pesan dikirim dari salah satu ponsel yang diberikan Help Refugees ke anak-anak pengungsi Timur Tengah di sebuah kamp di Calais, Perancis.
Ketika coba ditelepon, diketahui bahwa sang pengirim pesan adalah bocah 7 tahun asal Afghanistan bernama Ahmed. Dia mengaku sedang berada dalam sebuah truk menuju Inggris.
Wanita paruh baya itu pun segera mengontak anggota grup amal lain di London yang kemudian menghubungi polisi. Pihak kepolisian melacak lokasi ponsel hingga ke sebuah service station di pinggir jalan tol di daerah Leicestershire, Inggris.
Di sana, polisi menemukan sebuah truk kontainer berisi 15 orang korban perdagangan manusia atau human trafficking, termasuk Ahmed. Mereka dalam keadaan lemas karena kekurangan udara.
Rupanya mereka coba diselundupkan dari Perancis ke Inggris dengan cara tidak manusiawi. Untunglah, semuanya selamat dan tak ada yang perlu dirawat di rumah sakit.
“Luar biasa bahwa seorang anak 7 tahun mengetahui hidupnya dalam bahaya serta punya kesadaran untuk melakukan sesuatu dan memberikan informasi yang besar sehingga bisa menyelamatkan diri sendiri dan lainnya,” ujar Freedman.
Seorang tersangka pria ditahan karena diduga menjadi dalang human trafficking. Kasus ini sekarang sedang ditangani oleh pihak imigrasi Inggris.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR