Nationalgeographic.co.id - Analisis canggih dari sampel batuan yang diambil dari Bulan selama misi Apollo 17 telah mengungkapkan informasi baru tentang pendinginan kompleks dan sejarah evolusi Bulan. Temuan ini, dilakukan oleh peneliti University of Hawai'i (UH) di Manoa, yang mana hasilnya telah diterbitkan di jurnal Nature Communications pada 14 Desember 2021 yang berjudul Chemical heterogeneities reveal early rapid cooling of Apollo Troctolite 76535.
Astronot Apollo 17 telah berhasil mengumpulkan sampel batuan troctolite 76535 dari permukaan Bulan pada tahun 1972, dan itu tetap menjadi salah satu sampel Bulan yang paling bernilai secara ilmiah karena sifatnya yang murni. Batu bulan yang diyakini berasal dari awal sejarah Bulan ini kemungkinan mengandung petunjuk penting untuk memahami pembentukan bulan.
Troctolite 76535 adalah batuan plutonik berbutir kasar yang diyakini memiliki sejarah pendinginan yang lambat. Batu itu berasal dari awal sejarah Bulan. Ahli geologi telah menggambarkannya sebagai akumulasi olivin-plagioklas berbutir kasar dengan tekstur poligonal granular. Olivin dan plagioklas memiliki jumlah yang kira-kira sama dalam 76535, sedangkan sisanya sekitar 4% terutama terdiri dari orthopyroxene. Batu sampel ini memiliki massa sekitar 156 gram dan titik terlebarnya sekitar 5 sentimeter.
Karena Troctolite 76535 adalah batuan bulan tertua yang diketahui tidak terguncang, telah digunakan untuk perhitungan termokronologis untuk menentukan apakah Bulan membentuk inti logam atau menghasilkan dinamo inti. Hasil penelitian ini telah terbukti mendukung hipotesis dinamo inti.
Baca Juga: Robot Penjelajah Tiongkok Selidiki 'Rumah Misteri' di Sisi Jauh Bulan
Namun, belum lama ini, William Nelson, penulis utama studi dan mahasiswa pascasarjana Ilmu Bumi di UH Manoa School of Ocean and Earth Science and Technology (SOEST), bersama dengan rekannya melakukan analisis canggih terhadap sampel Apollo ini. Mereka menggunakan mikroprobe elektron khusus untuk melakukan analisis resolusi tinggi troctolite 76535.
"Laporan sebelumnya menunjukkan mineral dalam sampel Apollo 17 secara kimiawi homogen. Anehnya, kami menemukan variasi kimia dalam kristal olivin dan plagioklas. Heterogenitas ini memungkinkan kami membatasi sejarah pendinginan suhu tinggi paling awal dari mineral ini menggunakan model numerik," kata Nelson.
Peneliti SOEST menggunakan fasilitas UH High-Performance Computing, Mana, untuk mempertimbangkan efek dari berbagai jalur pendinginan yang disimulasikan oleh komputer dengan lebih dari 5 juta model difusi kimia.
"Simulasi mengungkapkan bahwa heterogenitas ini hanya bisa bertahan dalam waktu yang relatif singkat pada suhu tinggi," tutur Nelson.
Pola difusi yang diawetkan dalam butiran mineral ini kemudian diamati menggunakan mikroprobe konsisten dengan sejarah pendinginan yang cepat tidak lebih dari 20 juta tahun pada suhu tinggi. Temuan ini telah menantang perkiraan sebelumnya tentang durasi pendinginan 100 juta tahun dan mendukung pendinginan awal magma yang cepat di dalam kerak bulan.
Baca Juga: NASA Rencanakan Pendaratan Kembali Manusia di Bulan pada 2025
Source | : | techexplorist.com |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR