Acara pagelaran tari dimulai, nayaga pun berganti. Nayaga putra Asri Ana Budaya dari desa Sendangasri Lasem menabuh gamelan mengiri tari dolanan, tari orek-orek khas Lasem dan tari Gambyong Didik Nini Thowok. Tamu berbaur dengan warga Lasem menikmati pertunjukan sore itu. Hampir semua menyayangkan berita bahwa gamelan tersebut akan dijual.
“Semoga gamelan itu menemukan tuannya yang tepat. Hari ini sudah takdirnya gamelan itu dipertunjukan untuk menyebarkan berita bahwa Lasem dan pelestarian di kota tua Lasem perlu diperhatikan,” ujar Ina Silas dari House of Sampurna.
Munah, seorang warga Soditan, Lasem menyatakan bahwa ia baru pertama kali menyaksikan pertunjukan gamelan milik keluarga Tionghoa selama 45 tahun ia besar dan tinggal di Lasem."Suara gamelannya bikin merinding, ini juga pertama kali masuk Lawang Ombo. Seneng banget ada Didik Nini Thowok, moga-moga ada acara klonengan begini lagi di Lasem,” katanya.
Demikianlah potret kekinian Lasem dalam kekunoannya. Masalah pelestarian Kota Tua Lasem dan sejumlah situs prasejarah, situs Majapahit, situs Islam, situs pecinan menjadi tantangan bagi seluruh pemangku kepentingan. Langkah proyeksi menjadi kawasan benda cagar budaya pun tersendat. Wacana industri wisata tanpa kajian holistik pun menyeruak membuat sejumlah kalangan khawatir akan keselamatan situs. Benda-benda pusaka tampak dimaknai sebagai barang antik akan segera berpindah tangan kepada kolektor di luar Lasem dengan pelbagai latar belakang, mulai dari kondisi ekonomi sampai tiada lagi kemampuan untuk merawat. Maka perlu kekuatan komunitas dan peran banyak pihak untuk mewujudkan semangat ‘semua akan indah pada tempatnya’. Apakah akan terwujud?
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR